1. Pengertian Ilmu Sejarah.
Dari
sekian banyak arti dan definisi sejarah, secara umum dapat di artikan sejarah
adalah “ Pelajaran dan pengetahuan masa lampau umat manusia mengenai apa yang
dikerjakan, dikatakan, dipikirkan oleh manusia masa lampau untuk menjadi
cerminan, dan pedoman berupa pelajaran, peringatan, kebenaran bagi masa kini dan masa dan mendatang untuk
mengukuhkan hati manusia “.
2. Manfaat dan Kegunaan Mempelajari Sejarah.
Adapun
manfaat dan kegunaan mempelajari sejarah salah satunya adalah “ Untuk meninjau
dan meneliti secara sistematis dengan penuh kritis masa lalu, agar dapat
dijadikan cerminan dan pedoman masa kini dan seterusnya agar dapat ditetapkan
arah perjuangan masa depan “.
B. Misi Kelahiran Islam.
1. Masyarakat Arab Pra Islam.
Kondisi
masyarakat arab sebelum Islam masuk
sangat rusak sekali (Jahiliyah) contohnya :
-
Peradaban
yang jahiliyah ( Kabilah kaum Ad yang menyembah binatang, kayu, batu dan manusia).
-
Orang
kaya banyak yang mempunyai gundik ratusan orang wanita kesenangan.
-
Banyak
anak laki-laki yang mengawini isteri mendiang ayahnya.
-
Banyak
wanita apabila disukai maka dikawini dan apabila sudah bosan ditinggalkan.
-
Banyak
orang yang senang mabuk-mabukan.
-
Banyak
anak bayi wanita yang dikubur hidup-hidup.
-
Dan
lain sebagainya.
2. Periode Kenabian Muhammad SAW.
a. Fase Mekkah.
Pada fase kenabian
Muhammad SAW di Mekkah selama 13 tahun, banyak peristiwa dan kejadian yang dialami nabi beserta pengikutnya diantaranya adalah :
-
Islam
meletakkan dasar-dasar kepercayaan murni (keyakinan kepada Allah).
-
Menghargai
kaum wanita.
-
Melarang
masyarakat arab untuk tidak menyembah berhala, berjudi, mabuk-mabukan dan lain
sebagainya.
b. Fase Madinah.
Pada
fase kenabian Muhammad SAW di Madinah selama 10 tahun, banyak peristiwa dan
kejadian yang dialami nabi beserta pengikutnya diantaranya adalah :
-
Mempersatukan
kaum Muhajirin dan Anshor.
-
Membangun
masjid Nabawi.
-
Perluasan
penyebaran agama Islam.
Teori
pertama diusung oleh Snouck Hurgronje yang mengatakan Islam masuk ke Indonesia dari wilayah anak benua India .
Tempat-tempat seperti Gujarat , Bengani, dan
Malabar disebut sebagai asal masuknya Islam di Indonesia. Dalam L’arabie Et les
Indes Neerlandaises, Snouck mengatakan teori tersebut didasarkan pada
pengamatan tidak terlihatnya peran dan nilai-nilai arab yang ada dalam Islam
pada masa-masa awal, yakni pada abad ke-12 atau 13. Snouck juga mengatakan
teorinya didukung dengan hubungan yang sudah terjalin lama antara wilayah
nusantara dengan daratan India .
Teori
kedua adalah teori Persia .
Tanah persia
disebut-sebut sebagai tempat awal Islam datang di Nusantara. Teori ini berdasarkan
kesamaan budaya yang dimiliki oleh beberapa kelompok masyarakat Islam dengan
penduduk Persia .
Misalnya saja tentang peringatan 10 Muharram yang dijadikan sebagai hari
peringatan wafatnya Hasan dan Husein Cucu Rasulullah. Teori ini menyakini Islam
masuk ke wilayah Nusantara pada abad ke-13 dan wilayah pertama yang dimasuki
adalah Samudra Pasai.
Kedua
teori diatas mendapat kritikan yang cukup signifikan dari teori ketiga yakni
teori Arabia . Dalam teori ini disebutkan bahwa
Islam yang masuk ke Indonesia
datang langsung dari Mekah atau Madinah. Waktu kedatangannya bukan pada abad
ke-12 atau ke-13 melainkan pada awal abad ke-7. menurut teori ini Islam masuk
ke Indonesia
pada awal abad hijriyah. Bahkan pada masa Khulafaur Rasyidin memerintah, Islam
sudah mulai ekspedisinya ke nusantara. Ketika sahabat Abu Bakar, Umar Bin
Khattab, Utsman Bin Affan, dan Ali Bin Abi Thalib memegang kendali sebagai
Amirul Mukminin..
Dari
proses penyebaran Islam ke Indonesia ,
menurut literatur-literatur yang ada, disepakati penyebaran Islam ke Indonesia
melalui jalur perkawinan, perdagangan, kebudayaaan.
2. Perkembangan Islam di Indonesia .
Perkembangan
Islam di Indonesia mengalami kemajuan yang pesat, ini dapat dibuktikan dengan
tersebar berbagai kerajaan Islam seperti Samudra Pasai, Demak, Banten, Dll.
Disamping itu juga dapat terlihat dengan penyebaran agama Islam oleh para
wali-wali dan para ulama-ulama seperti wali songo.
Dan
disamping itu juga terlihat dengan banyaknya berdiri organisasi-organisasi
Islam seperti :
-
Serikat
Dagang Islam tahun 1905 oleh H. Saman Hudi..
-
Muhammadiyah
tahun 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan.
-
Nahdatul
Ulama (NU) tahun 1926 oleh KH. Hasyim Asy’ari.
a. Kondisi Islam Di Dunia.
Islam
mulai berangsur-angsur mengalami kemunduran dengan jatuhnya Dinasti Bani
Abasiyah yang memiliki peradaban yang maju yang berpusat di Bagdad tahun 1250
oleh tentara monggol tartar dan dengan dibakar habisnya buku-buku yang
berisikan segala macam ilmu pengetahuan pada jaman itu..
Disamping
itu banyak negara-negara Islam yang dijajah oleh penjajah barat seperti :
-
Malaka
oleh Inggris pada tahun 1811.
-
Indonesia oleh Belanda pada
tahun 1605.
-
Maroko
oleh Perancis pada tahun 1912.
-
Dll.
b. Kondisi Islam Di Indonesia .
Secara
empiris menunjukkan, bahwa orang-orang Islam belum mengetahui, memahami,
menghayati, dan melaksanakan ajaran agama Islam secara benar dan utuh seperti
yang dituntunkan. Masyarakat Islam Indonesia terpola kepada 4
golongan.
Pertama, adalah golongan
awam, sebagai golongan terbesar, yang melakukan agama Islam sebagai kewajiban
yang diadatkan, seperti pada upacara kawin, upacara kematian, dan selamatan.
Golongan ini tidak memiliki pengetahuan yang utuh dan benar terhadap agama
Islam. Golongan ini tidak memiliki pengetahuan agama Islam berdasarkan syariat
dan berkaitan dengan muamalah.
Kedua, golongan alim
ulama dan pengikut-pengikutnya, yang mengenal dan mempraktekkan agama Islam
sesuai dengan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW seperti tersebut dalam
hadits-hadits dan riwayat. Golongan ini tidak hanya mencontohkan Nabi Muhammad
sebagai Rasul, tetapi juga sifat dan kebiasaannya yang tidak lepas dari
masyarakat Arab, yang berlainan dengan masyarakat Indonesia . Sesudah masuknya
pengaruh kebudayaan Arab, kehidupan para alim ulama menjadi terturtup, sehingga
perubahan yang disebabkan adanya interaksi dengan kebudayaan lain terbatas
sekali. Mereka kebal terhadap perubahan, seperti orang yang hidup beberapa abad
yang lalu. Islam diamalkan seperti yang dilakukan di negeri Arab 13 abad yang
lalu, tanpa memperhatikan faktor tempat dan waktu.
Ketiga, para alim ulama
yang terpengaruh oleh mistik dan beranggapan bahwa hidup ini adalah untuk
kepentingan akhirat saja. Kepentingan hidup didunia diabaikan, apabila
memperhatikan pengaruh perubahan yang terjadi dalam masyarakat Indonesia
dan dunia sekarang ini. Pendirian mereka, bahwa kemiskinan maupun penderitaan
merupakan salah satu jalan untuk bersatu dengan tuhan.
Keempat, golongan kecil
yang memcoba menyesuaikan diri dengan kemajuan zaman sesuai dengan wujud dan
hakekat agama Islam. Mereka berusaha supaya agama Islam dapat diamalkan dalam
masyarakat Indonesia
sekarang.
Bulan
Oktober 1946 berdiri Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY), sebagai
satu-satunya organisasi mahasiswa di Yogyakarta waktu itu yang anggotanya
meliputi mahasiswa BPT Gadjah Mada, STT, STI. Di Solo tahun 1946 berdiri
Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI). Kedua organisasi itu berhaluan komunis.
Tidak satupun diantara organisasi mahasiswa itu yang berorientasi Islam.
Sebelum
HMI berdiri tahun 1947, ada dua faktor yang sangat dominan telah menguasai dan
mewarnai Perguruan Tinggi dan dunia kemahasiwaan. Pertama, bahwa sistem
pendidikan yang diterapkan di dunia pendidikan
umumnya dan perguruan tinggi khususnya
adalah sistem pendidikan barat, yang mengarah kepada sekulerisme dengan
mendangkalkan agama dalam setiap aspek kehidupan. Sistem pendidikan barat itu ditopang oleh kekuasaan pemerintah
kolonial Belanda yang berorientasi kepada agama kristen. Kedua, adanya
Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI)
di Solo, yang keduanya berorientasi kepada komunis dalam kontelasi sosial
budaya dan politik tersebut aspirasi Islam tidak kelihatan dalam kancah dunia
perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan. Paham kristen dan komunis telah
mengepung perguruan tinggi dan dunia
kemahasiswaan dari dua arah. Realitas sosial budaya dan politik tersebut telah
(1) menyebabkan timbulnya krisis keseimbangan yang sangat tajam dikalangan perguruan tinggi dan
dunia kemahasiswaan, yakni tidak adanya keselarasan, keseimbangan, keserasian
antara akal dan kalbu, antara jasmani dan rohani, serta pemenuhan kebutuhan
dunia dan akhirat, (2) dilihat dari strategi perjuangan hal itu sangat serius,
masalah besar, mendasar, dan fundamental, dan sekaligus merupakan ancaman akan
keberadaan Islam dan umat Islam dimasa depan. Realitas sosial budaya dan
politik ini secara prinsip sangat bertentangan dengan Islam.
d. Saat Berdirinya HMI
Lafran
Pane, seorang mahasiswa STI yang baru duduk di tingkat I, mengadakan
pembicaraan dengan teman-teman mengenai gagasan pembentukan organisasi
mahasiswa Islam. Lafran Pane lantas mengundang para mahasiswa Islam yang ada di
Yogyakarta baik yang ada di STI, Balai
Perguruan Tinggi Gadjah Mada, Sekolah Tinggi Teknik (STT), guna menghadiri
rapat, membicarakan maksud tersebut. Rapat dihadiri lebih kurang 30 orang
mahasiswa, di antaranya terdapat anggota PMY
dan GPII. Rapat-rapat yang sudah berulang kali dilaksanakan, belum
membawa hasil, karena ditentang oleh PMY. Dengan mengadakan rapat tanpa
undangan, secara mendadak, mempergunakan jam kuliah tafsir Bapak Husin Yahya almarhum ( mantan Dekan
Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ), diselenggarakanlah pertemuan
untuk mendeklarasikan berdirinya HMI.
Ketika
itu hari Rabu Tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan tanggal 5 Febuari 1947,
di salah satu ruangan kuliah STI di jalan Setiodiningratan 30 (sekarang Jl.
Panembahan Senopati), masuklah mahasiswa Lafran Pane yang dalam prakatanya
ketika memimpin rapat antara lain mengatakan : Hari ini adalah rapat
pembentukan organisasi mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah
beres. Sikap ini diambil, karena kebutuhan terhadap organisasi ini sudah sangat
mendesak. Yang mau memerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan
yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa
berdiri dan berjalan.
Pada
hari itu rapat dapat berjalan, dan semua hadirin menyatakan sepakat dan
berketetapan hati mengambil keputusan :
Pertama : Hari Rabu Pon 1878, tanggal 14 Rabiul
Awal 1366 bertepatan 5 Februari 1947, menetapkan berdirinya organisasi Himpunan
Mahasiswa Islam, disingkat HMI.
Kedua : Mengesahkan Anggaran Dasar HMI. Adapun Anggaran Rumah Tangga
dibuat kemudian.
Ketiga : Membentuk
pengurus HMI :
Ketua :
Lafran Pane (Prof. Drs. Alm)
Wakil
Ketua : Asmin Nasution (Drs)
Penulis I : Anton Timur Jailani (Prof. H. MA)
Penulis II : Karnoto Zarkasyi (Kapten AD-BA)
Bendahara I : Dahlan Husein
Bendahara II : Maisaroh Hilal
Anggota : Suwali
: Yusdi Ghozali (SH)
: Mansyur
Ketika
mendirikan HMI 5 Febuari 1947, Lafran Pane genap berusia 25 Tahun. Ide Lafran Pane mendirikan HMI dilakukan
bersama 14 orang temannya yaitu Kartono Zarkasi, Dahlan Husain, Maisaroh Hilal,
Suwali, Yusdi Ghozali, Mansyur, Siti Zainab, M. Anwar, Hasan Basri, Zukkarnaen,
Thayeb Razak, Toha Mashudi, Bidron Hadi,
Batu
ujian pertama yang dihadapi setelah berdirinya HMI, timbulnya berbagai reaksi
yang tidak setuju terhadap kelahiran HMI, tantangan bersifat ideologis datang
dari PMY yang berhaluan komunis. Sementara itu, karena kurang memahami latar
belakang berdirinya HMI, reaksi dari umat Islam muncul, diwakili oleh Gerakan
Pemuda Islam Indonesia (GPII) dan Pelajar Islam Indonesia (PII), yang berdiri
di Yogyakarta 4 Mei 1947, yang mengatakan bahwa kehadiran HMI membuat umat
Islam dan Mahasiswa Islam terpecah belah.
Menjawab
semua tantantan itu, pengurus HMI menerima dengan jiwa besar dan tabah. Mereka
merasa tidak berkecil hati, malah memberi semangat dan dorongan, mempertahankan
eksistensi HMI. Ceramah-ceramah dengan tema aktual dilaksanakan.
Pada
forum Kongres mahasiswa seluruh Indonesia yang berlangsung di Malang tanggal 8
Maret 1947, HMI mengutus Lafran Pane dan Asmin Nasution, HMI dapat memenuhi
syarat, dengan mengajukan daftar anggota 50 orang. Beberapa bulan setelah
kongres tersebut berdirilah cabang-cabang HMI di Klaten, Solo dan Malang . Melihat
menanjaknya pertumbuhan dan perkembangaan HMI, maka suara-suara sinis dan
sumbang kepada HMI berangsur hilang.
PMY
yang bersemangat untuk mempropagandakan bahwa HMI agar segera dibubarkan, malah
sebaliknya PMY kehilangan pamor, dan akhirnya bubar tanpa suatu upacara pada
tahun 1950, sedang sebagian umat Islam yang belum bisa menerima kehadiran HMI,
akhirnya dikonperensi Besar I Pelajar Islam Indonesia (PII) di Ponorogo tanggal
4-6 November 1947, berkat keterangan dan penjelasan Lafran Pane wakil ketua PB
HMI pada waktu itu yang hadir tanpa diundang, menjelaskan mengenai latar
belakang berdirinya HMI dan tujuannya, akhirnya peserta Konferensi tersebut
dapat memahami dan memerima kehadiran HMI.
e. Komitmen Ke-Islaman dan Kebangsaan sebagai
Dasar Perjuangan HMI
Dasar
motivasi yang paling dalam bagi HMI adalah ajaran Islam. Karena Islam adalah
ajaran fitrah, maka pada dasarnya tujuan dan mission Islam adalah juga
merupakan tujuan dari pada kehidupan manusia yang fitri, yaitu yang tunduk
kepada fitrah kemanusiaannya. Tujuan kehidupan manusia yang fitri adalah
kehidupan yang menjamin adanya kesejahteraan jasmani dan rohani secara seimbang
atau dengan kata lain kesejahteraan materiil dan kesejahteraan sprituil. Inilah
yang menjadi tujuan dan perjuangan HMI. Hal ini terlihat dari rumusan pertama
dari tujuan HMI terdiri dari dua tujuan, yaitu :
-
Pertama
adalah mempertegak dan mengembangkan ajaran agama Islam.
-
Kedua mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia .
Dinamika Sejarah Perjuangan HMI Dalam Sejarah
Perjuangan HMI
1. HMI Dalam Fase Perjuangan Fisik.
Seiring
dengan tujuan HMI yang digariskan sejak awal berdirinya, maka konsekuensinya
dalam masa perang kemerdekaan, HMI terjun ke gelanggang medan pertempuran
melawan Belanda, membantu pemerintah, baik langsung memegang senjata bedil atau
bambu runcing, sebagai staf, penerangan, penghubung. Untuk menghadapi
pemberontakan PKI Madiun 18 September 1948, Ketua PPMI/Wakil Ketua PB HMI Ahmad
Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa (CM), dengan Komandan Hartono, Wakil
Komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut membantu pemerintah menumpas pemberontakan PKI
di Madiun. Sejak itulah dendam kesumat PKI terhadap HMI tertanam. Dendam
disertai benci dan dengki itu, nampak sangat menonjol pada tahun 1964-1965,
disaat-saat menjelang meletusnya Gestapu / PKI 1965.
Pada fase
ini berlangsung peringatan Dies Natalis pertama HMI di Bangsal Kepatihan
tanggal 6 Febuari 1948, Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI)
Jenderal Sudirman memberi sambutan pada peringatan tersebut atas nama
Pemerintah RI. Jenderal Sudirman selain mengartikan HMI sebagai Himpunan
Mahasiswa Islam, HMI juga diartikan sebagai (H)arapan (M)asyarakat (I)slam.
Karena mayoritas bangsa Indonesia
beragama Islam, HMI juga diartikan (H)impunan (M)ahasiswa (I)slam (I)ndonesia.
Pada
fase ini juga berlangsung Kongres muslimin Indonesia II di Yogyakarta tanggal
20 sampai 25 Desember 1949. Kongres itu dihadiri 185 organisasi, alim ulama,
dan intelegensia seluruh Indonesia .
Diantara tujuh sari keputusannya dibidang organisasi salah satu di antaranya
adalah memutuskan bahwa : hanya satu organisasi mahasiswa islam (HMI), yang
bercabang di tiap-tiap kota
yang ada sekolah tinggi
2. HMI Dalam Fase Pertumbuhan dan Konsolidasi
Bangsa
Sejak
tahun 1950 dilaksanakanlah usaha-usaha konsolidasi organisasi sebagai masalah besar
sepanjang masa. Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari Yogyakarta Ke Jakarta.
Diantara
usaha-usaha yang dilaksanakan selama 13 tahun antara lain : (1) Pembentukan
cabang-cabang baru. (2) Menerbitkan majalah Media sejak 1 Agustus 1954.
Sebelumnya terbit Criterium, Cerdas, (3) 7 kali Kongres, (4) Pengesahan atribut
HMI seperti lambang, bendera, muts, hymne HMI, (5) merumuskan tafsir Asas HMI,
(6) pengesahan kepribadian HMI, (7) pembentukan Badko, (8) menetapkan metode
training HMI, (9) pembentukan Lembaga-lembaga HMI. Di bidang ektern (a) pendaya gunaan PPMI, (b)
menghadapi pemilu I 1955, (c) penegasan independensi HMI, (d) mendesak
pemerintah supaya mengeluarkan UU Perguruan Tinggi, (e) pelaksanaan pendidikan
agama sejak dari SR sampai Perguruan Tinggi, (f) mengeluarkan konsep peranan
agama dalam pembangunan, dan lain-lain.
Selain
masalah internal, muncul pula persoalan ektern yang sangat menonjol. Justru
karena keberhasilan HMI melaksanakan konsolidasi organisasi ada golongan yang
iri dan tidak senang kepada HMI yaitu PKI.
Tidak
dibubarkan dan dilarangnya PKI akibatnya pemberontakan PKI di Madiun tahun
1948, PKI otomatis mempunyai kesempatan untuk bangkit kembali. Sikap Bung Karno
yang memberi peluang bagi PKI untuk berkembang di Indonesia menambah peluang bagi PKI
untuk memperkuat diri dalam pertualangan politiknya. Kelanjutan dari perangkap
politik itu, tanggal 21 Febuari 1957 Presiden Soekarno mengumumkan konsepsinya
supaya kabinet berkaki empat dengan unsur PNI, Masyumi, NU, dan PKI (sebagai 4
besar pemenang pemilu tahun 1955). Berikutnya di Moskow tanggal 19 November
1957 dicetuskanlah manifes Moskow, yaitu satu program untuk mengkomuniskan Indonesia .
Akibat itu semua, PKI tampil sebagai partai Pemerintah. Masyumi, akibat
penentangannya terhadap kebijakan politik Presiden Soekarno, dengan Keputusan
Presiden nomor : 200 tanggal 17 Agustus 1960 Masyumi dipaksa bubar.
Partai-partai lain seperti PNI, NU, Parkindo, Partai Katolik, dan lain-lain
tidak mau dan tidak berani mengambil resiko untuk melawan arus sehingga
menambah suasana yang sangat menguntungkan PKI. Untuk menghadapi perkembangan
politik, Kongres V HMI di Medan tanggal 24- 31 Desember 1957 mengeluarkan dua
sikap antara lain : (1) Haram hukumnya menganut paham dan ajaran komunis karena
bertentangan dengan Islam, (2) Menuntut Islam sebagai Dasar Negara.
3. HMI Dalam Fase Transisi Orde Lama dan Orde Baru
Tanggal
1 Oktober 1965 merupakan tugu pemisah antara Orde Lama dengan Orde Baru.
Dimulai dengan pemberontakan yang diakhiri dengan pembubaran PKI, HMI bangkit
sebagai pelopor Orde Baru dan Angkatan 66 yang menginginkan terciptanya suatu
tatanan baru yang melaksanakan pancasila dan UUD 1945 secara konsekuen.
Kepeloporan HMI itu antara lain dengan surat
keputusan PB HMI yang disampaikan oleh Eky Syahruddin dan Darmin. P Siregar
dimarkas Kodam Jaya. Adapun 4 pernyataan sikap HMI yakni pertama, arsitek dan
dalang Gestapu adalah PKI. Kedua, karena G 30 S/PKI bersifat politis, maka
hendaknya dikerahkan kekuatan untuk menumpasnya yang dipimpin oleh partai NU,
Ketiga, HMI mendesak agar PKI dibubarkan, keempat, HMI akan memberikan bantuan
kepada pemerintah dan ABRI didalam menumpas PKI dan antek-anteknya. Surat pernyataan ini resmi
bernomor : 2125/B/Sek/1965 tanggal 4 Oktober 1965 ditanda tangani oleh DR. Sulastomo
dan Mar’ie Muhammad masing-masing sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Umum
Pengurus Besar HMI pada masa itu. Dan atas inisiatif aktivis HMI kala itu
Mar’ei Muhammad, memprakarsai mendirikan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia
(KAMI) tanggal 25 Oktober 1965 yang kemudian disahkan oleh menteri PTIP Prof.
Dr. Syarif Thayeb dengan tugas pertama, mengamankan Pancasila. Kedua,
memperkuat bantuan kepada ABRI dalam menumpas Gestapu/PKI sampai
keakar-akarnya. Masa aksi KAMI yang pertama berupa rapat umum, dilaksanakan
tanggal 3 Novembrer 1965, dihalaman Fakultas Kedokteran UI Salemba Jakarta
dimana barisan HMI menunjukkan Superioritasnya dengan massa yang terbesar.
Langkah ini sangat strategis untuk membekukan kekuatan PKI.
4. HMI Dalam Fase Pembangunan dan Modernisasi
Bangsa
Setelah
tatanan orde baru mantap, pancasila dan UUD 1945 dilaksanakan secara murni dan
konsekuen, maka sejak tanggal 1 April 1969 dimulailah pembangunan lima tahun
(PELITA). Pembangunan Indonesia
menuju masyarakat yang adil dan makmur bukanlah suatu pekerjaan yang mudah,
tetapi sebaliknya merupakan pekerjaan raksasa yang berkesinambungan sebagai
usaha kemanusiaan yang tiada habisnya, kecuali dunia ini kiamat. Partisipasi
segenap warga sangat dibutuhkan tanpa
terkecuali termasuk anggota HMI. Hal ini sesuai dengan tujuan HMI yang termuat
dalam pasal 4 AD HMI yang berbunyi : “ Terbinanya insan akademis, pencipta,
pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya
masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT “.
Dengan
rumusan tersebut maka, hakekatnya HMI bukan lah merupakan organisasi massa
dalam pengertian fisik dan kuantitatif, sebaliknya HMI secara kualitatif
merupakan lembaga pengabdi dan pengembangan ide, bakat dan potensi yang
mendidik, memimpin, dan membimbing anggotanya. Oleh karena itu kualitas anggota
HMI yang dirumuskan oleh pasal 4 AD HMI harus selalu bermuara pada kualitas
insan cita HMI yakni :
-
Kualitas
insan akademis
-
Kualitas
insan pencipta
-
Kualitas
insan pengabdi
-
Kualitas
insan yang bernafaskan Islam
-
Kualitas
insan yang bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang
diridhoi Allah SWT.
Insan
cita HMI ini merupakan intelektual comodity atau kelompok intelegensi yang
mampu memotivasi anggota HMI untuk berpartisipasi melaksanakan pembangunan yang
dimulai tahun 1969 hingga sekarang meliputi pertama, partisipasi dalam bentuk
suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan dilaksanakan pembangunan, kedua
partisipasi dalam pemberian konsep
diberbagai aspek pemikiran, ketiga, partisipasi dalam bentuk pelaksanaan
dalam pembangunan.
5. HMI Dalam Fase Pasca Orde Baru
Apabila
dicermati dengan seksama secara historis HMI sudah mulai melaksanakan gerakan
reformasi dengan menyampaikan beberapa pandangan yang berbeda serta kritik
maupun evaluasi secara langsung terhadap pemerintahan Orde Baru dibawah
kepemimpinan Presiden Soeharto pada tahun 1995. HMI melakukan dan menyampaikan
kritik secara langsung yang bersifat konstruktif. Koreksi dan kritik yang
dimaksud, pertama disampaikan M. Yahya Zaini Ketua Umum PB HMI ketika
memberikan sambutan pada waktu pembukaan Kongres ke- 20 HMI di Istana Negara
Jakarta tanggal 21 Januari 1995. koreksi itu antara lain bahwa menurut
penilaian HMI, pembangunan ekonomi kurang seimbang dengan pembangunan politik.
Suara
reformasi berikutnya dengan fokus yang lebih tajam, lugas di hadapan Presiden
Soeharto tatkala menghadiri dan memberikan sambutan pada peringatan Ulang Tahun
Emas 50 th HMI di Jakarta tanggal 20 Maret 1997, dimana Taufik Hidayat Ketua
Umum PB HMI 1995-1997 menegaskan, sekaligus sebagai jawaban atas kritik-kritik
yang memandang HMI terlalu dekat dengan kekuasaan. Bagi HMI, kekuasaan atau
politik bukanlah wilayah yang haram. Politik justru mulia, apabila dijalankan
di atas etika dan bertujuan untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran dan
keadilan. Lantaran itu, HMI akan mendukung kekuasaan pemerintah yang
sungguh-sungguh dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Sebaliknya, HMI
akan tampil ke depan menentang kekuasaan yang korup dan menyeleweng.
Pemikiran
dan reformasi selanjutnya disampaikan Ketua Umum PB HMI Anas Urbaningrum pada
waktu peringatan Dies Natalis HMI Ke-51 di Graha Insan Cita Depok tanggal 22
Febuari 1998, dengan judul Urgensi
Reformasi Bagi Pembangunan Bangsa yang Bermartabat. Pidato ini disampaikan
3 bulan sebelum lengsernya Presiden Soeharto. Suara dan tuntutan reformasi
telah dikumandangkan pula dalam berbagai aspek, yang disampaikan Ketua Umum PB
HMI anas Urbaningrum pada peringatan Dies Natalis Ke-52 HMI di Auditorium Sapta
Pesona Departemen Pariwisata Seni dan Budaya Jakarta tanggal 5 Febuari 1999,
dengan judul Dari HMI untuk Kebersamaan
Bangsa Menuju Indonesia Baru. Tuntutan reformasi juga disampaikan Ketua
Umum PB HMI M. Fahruddin pada Peringatan
Dies Natalis Ke-53 HMI Di Taman Ismail Marzuki Jakarta, 5 Februari 2000 dengan
judul Merajut Kekuatan Oposisi
Mengembangkan Demokrasi Membangun Peradaban Baru Indonesia.
Urutan
pejabat Ketua Umum PB HMI dari mulai berdirinya sampai saat ini yaitu antara
lain :
1. Prof. Drs. Lafran Pane Tahun 1947 dan 1948/1951)
2. HMS. Mintareja Periode 1948
3. Letjen (Purn) Achmad Tirtosudiro Periode 1948
4. Lukman El Hakim Periode 1951
5. A. Dahlan Ranuwihardjo, SH Periode 1951-1953
6. Dr. Deliar Noer Periode 1953-1955
7. Drs. Amir Radjab Batubara Periode 1955-1957
8. Ismail Hasan Metareum, SH Periode
1957-1960
9. Drs. Nursar Periode
1960-1963
10. Drs. Oman Kamaruddin Periode 1963-1966
11. DR. Sulastomo Periode
1963-1966
12. Dr. Nurcholish Madjid Periode 1966-1969/1969-1971
13. Ir. Akbar Tanjung Periode 1971-1974
14. Drs. Ridwan Saidi Periode 1974 – 1976
15. Drs. Chumaidi Syarif. R Periode 1976- 1978
16. Abdullah Hehamahua Periode 1978-1981
17. Drs. A. Zacky Siradj Periode 1981-1983
18. Dr. Harry Azhar Aziz Periode 1983-1986
19. Ir. M. Saleh Khalid Periode 1986-1988
20. Ir. Herman Widyananda Periode 1988-1990
22. Drs. Ferry Mursidan Baldan Periode 1990-1992
23. M. Yahya
Zaini, SH Periode
1992-1995
24. Drs. Taufiq Hidayat Periode 1995-1997
25. Anas Urbanigrum Periode 1997-1999
26. M. Fahruddin Periode
1999-2002
27. Kholis Malik Periode
2002-2003
28. Hasanuddin Periode
2003-2005
29. M. Fajar
Zulkarnain Periode
2006-2008
30. Arief Mustopha Periode
2008-2010
31. Noer Fajrieansyah Periode
2010-2012
DAFTAR PUSTAKA
1. Agus Salim Sitompul,
HMI Dalam Pandangan Seorang Pendeta, Jakarta . PT. Gunung Agung (1984).
2. Agus Salim Sitompul,
Menyatu Dengan Umat Menyatu Dengan Bangsa. Pemikiran Keislaman-
Keindonesiaan HMI (1947-1097), Jakarta .
Logos (2002).
3. Agus Salim Sitompul,
Historiografi Himpunan Mahasiswa Islam Tahun 1947-1993. Jakarta . Intermasa (1995)
4. Agus Salim Sitompul,
Pemikiran HMI dan Relevansinya Dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia , Yogyakarta .
Aditiya Media (1987)
5. Sudarsono, HMI
Pemikiran Dan Masa Depan, Yogyakarta .
Ciis Press (1997)
6. Viktor Tanja, Himpunan
Mahasiswa Islam, Sejarah Dan Kedudukannya Ditengah Gerakan-gerakan Muslim
Pembaharu Di Indonesia, Jakarta. Pustaka Sinar Harapan (1991)
7. Sulastomo, Hari-hari
Yang Panjang, PT. Gunung Agung (1988)
8. Abdul Aziz
Asy-Syanawi, Mengenal kehidupan Rasulullah SAW, Mitra Pustaka
(2003)
No comments:
Post a Comment