Sebelum menjawab ya atau tidak mungkinkah pelembagaan demokrasi di desa, terlebih dahulu saya akan mengemukakan konsep demokrasi dan desa terlebih dahulu. Konsep demokrasi secara umum mengandaikan pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Ide dasar demokrasi mensyaratkan keikutsertaan rakyat, serta kesepakatan bersama atau konsensus untuk mencapai tujuan yang dirumuskan bersama. Sklar mengajukan lima corak atau model Demokrasi yaitu :
1. Demokrasi Liberal, yaitu pemerintahan yang dibatasi oleh undang-undang dan pemilihan umum bebas yang diselenggarakan dalam waktu yang ajeg. Banyak negara afrika menerapkan model ini hanya sedikit yang bisa bertahan.
2. Demokrasi terpimpin. Para pemimpin percaya bahwa semua tindakan mereka dipercaya rakyat tetapi menolak pemilihan umum yang bersaing sebagai kendaraan untuk menduduki kekuasaan.
3. Demokrasi Sosial, yaitu yang menaruh kepedulian pada keadilan sosial dan egalitarianisme bagi persyaratan untuk memperoleh kepercayaan politik
4. Demokrasi partisipasi, yang menekankan hubungan timbale balik antara penguasa dan yang dikuasai.
5. Demokrasi konstitusional, yang menekankan proteksi khusus bagi kelompok-kelompok budaya yang menekankan kerja sama yang erat di antara elit yang mewakili bagian budaya masyarakat utama.
Selanjutnya pembagian Demokrasi dilihat dari segi pelaksanaan menurut Inu Kencana Syafiie terdiri dari dua model yaitu Demokrasi langsung yakni terjadi bila rakyat mewujudkan kedaulatannya pada suatu negara dilakukan secara langsung, dan Demokrasi tidak langsung, yakni Demokrasi yang terjadi bila untuk mewujudkan kedaulatannya tidak secara langsung berhdapan dengan pihak eksekutif, melainkan melalui lembaga perwakilan Demokrasi di Indonesia pasca Orde Baru hampir selalu dibicarakan secara berkaitan dengan pembentukan sistem politik yang mencerminkan prinsip keterwakilan, partisipasi, dan kontrol. Oleh karenanya, pemerintahan yang demokratis mengandaikan pemisahan kekuasaan dalam tiga wilayah institusi yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Suatu pemerintahan dikatakan demokratis jika terdapat indikator utama yaitu keterwakilan, partisipasi dan kontrol terhadap penyelenggaraan pemerintahan oleh ketiga institusi tersebut. Prinsip partisipasi menjamin aspek keikutsertaan rakyat dalam proses perencanaan pembangunan daerah; atau keikutsertaan rakyat dalam proses pemilihan wakil dalam lembaga politik; sedangkan prinsip kontrol menekankan pada aspek akuntabilitas pemerintahan. Dalam demokrasi, aspek kelembagaan merupakan keutamaan dari berlangsungnya praktik politik yang demokratis, sehingga, terdapat partai politik, pemilihan umum dan pers bebas. Sedangkan, menurut saya masih ada lagi satu konsep demokrasi asli yang menggunakan istilah ‘ lokal’ mengacu kepada ‘arena’ tempat praktek demokrasi itu berlangsung serta telah ada juga sejak zaman dahulu, yaitu pada entitas politik yang terkecil, desa.
Desa secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta, deca yang berarti tanah air, tanah asal atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa atau village diartikan sebagai ‘a group of houses and shops in a country area, smaller than a town’. Istilah desa hanya dikenal di Jawa, sedangkan di luar Jawa misalnya di Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi, sebutan untuk wilayah dengan pengertian serupa desa sangat beranekaragam,sesuai dengan asal mula terbentuknya area desa tersebut, baik berdasarkan pada prinsip-prinsip ikatan genealogis, atau ikatan teritorial, dan bahkan berdasarkan tujuan fungsional tertentu (semisal desa petani atau desa nelayan, atau desa penambang emas) dan sebagainya. Desa atau nama lainnya, sebagai sebuah entitas budaya, ekonomi dan politik yang telah ada sebelum produk-produk hukum masa kolonial dan sesudahnya, diberlakukan, telah memiliki asas-asas pemerintahan sendiri yang asli, sesuai dengan karakteristik sosial dan ekonomi, serta kebutuhan dari rakyatnya. Konsep desa tidak hanya sebatas unit geografis dengan jumlah penduduk tertentu melainkan sebagai sebuah unit teritorial yang dihuni oleh sekumpulan orang dengan kelengkapan budaya termasuk sistem politik dan ekonomi yang otonom.
Saat ini, demokrasi (lokal) dan desentralisasi, merupakan dua isu utama dalam statecraft Indonesia pasca Orde Baru. Desentralisasi secara umum dikategorikan ke dalam dua perspektif utama, yakni perspektif desentralisasi politik dan desentralisasi administrasi. Perspektif desentralisasi politik menerjemahkan desentralisasi sebagai devolusi kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah; sedangkan perspektif desentralisasi administrasi diartikan sebagai pendelegasian wewenang administratif dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Jika desentralisasi merupakan arena hubungan antara desa dengan pemerintah supra desa (Negara) yang bertujuan untuk memberikan pengakuan terhadap eksistensi desa, memperkuat identitas lokal, membangkitkan prakarsa dan inisiatif lokal, serta membagi kekuasaan dan kekayaan kepada desa, dan mewujudkan otonomi desa; maka demokratisasi merupakan upaya untuk menjadikan penyelenggaraan pemerintah (desa) menjadi lebih akuntabel, responsif, diakui oleh rakyat; mendorong parlemen desa berfungsi sebagai badan perwakilan dan intermediary agent (dalam aspek artikulasi dan agregasi kepentingan, formulasi kebijakan serta kontrol terhadap eksekutif desa); serta memperkuat partisipasi masyarakat desa dalam proses pemerintahan dan pembangunan desa. Partisipasi juga menandai keikutsertaan kalangan marjinal yang selama ini disingkirkan dari proses politik dan ekonomi.
Perspektif desentralisasi politik menekankan bahwa tujuan utama dari desentralisasi adalah untuk mewujudkan demokratisasi di tingkat lokal sebagai persamaan politik, akuntabilitas lokal, dan kepekaan lokal. Perspektif desentralisasi administrasi lebih menekankan pada aspek efisiensi penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan ekonomi di daerah, sebagai tujuan utama dari desentralisasi. Sedangkan desentralisasi politik ini pada tingkat desa menekankan pada aspek kelembagaan desa, pembagian peran serta berfungsi atau tidaknya kelembagaan desa.
Dari pemaparan konsep demokrasi dan desa diatas maka menurut saya zaman boleh berubah, tapi akar dari perubahan zaman tidak boleh tercerabut. Nilai-nilai demokrasi yang membentuk kehidupan Desa sama sekali patut dilembagakan secara rapi. Tapi, demokrasi ala barat telah terlalu jauh masuk dalam masyarakat desa. Maka dalam tata pergaulan masyarakat desa, gaya demokrasi pun mulai berubah dari basis kultural menjadi demokrasi intra kultural. Dalam arus demokrasi (barat) ini. seperti telah dipaparkan diatas demokrasi sesuai dengan konsep-nya memiliki makna gradual. Ada demokrasi yang diartikan sebagai demokrasi prosedural yang menekankan ‘bagaimana’ pemerintahan dibentuk dengan cara-cara ‘fairness”. Dan demokrasi juga bermakna sebagai ‘ajaran universal’ yang mengedepankan nilai-nilai kesamaan, keterbukaan, dan toleransi. Persis dengan ‘negara madinah’ yang digubah oleh Nabi Muhammad saw, di mana nilai-nilai demokrasi kultural secara alamiah membentuk sikap masyarakat Madinah dalam mengekspresikan kehidupan bernegara.
Sebenarnya, demokrasi barat sama sekali bukanlah musuh bagi demokrasi lokal di mana pun. Dengan demokrasi (barat) berarti demokrasi lokal akan semangkin kaya dengan nilai-nilai universal yang sangat mungkin diadopsi dan kemudian dipraktekkan dalam perilaku masyarakat desa. Kondisi ini, menuntut perlunya ‘eksperimen’ pemikiran tentang demokrasi lokal. Hal ini, mengingat demokrasi adalah sesuatu yang lahir dari interaksi nilai-nilai yang tumbuh secara periodik dan pada akhirnya membentuk bangunan ‘politik’ bagi sebuah struktur. David Held menilai eksperimen demokrasi sebagai sarana argumen yang mencuat dari “raison d’etre” tradisi yang saling berkelidan. Hingga eksperimen ini berfungsi sebagai kekuatan yang akan membentuk demokrasi yang asli dan diterima sebagai sebuah kenyataan kultural dari tradisi.
No comments:
Post a Comment