Sunday, June 10, 2012

Perbandingan tipe kepemimpinan Kader Partai Islam di Indonesia-Malaysia (Studi kasus Ahmad Heryawan di Jawa Barat dan Tok Guru Nik Aziz di Kelantan)


Indonesia dengan Malaysia merupakan negara serumpun, Indonesia dan Malaysia juga merupakan tetangga dekat yang memiliki banyak kesamaan dan juga perbedaan. Bentuk Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan. Indonesia merupakan sebuah Republik yang menjalankan pemerintahan presidensial dengan sistem multipartai yang demokratis. Seperti juga di Negara-negara demokrasi lainnya, sistem politik di Indonesia didasarkan pada Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif,
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, terdapat dua asas dalam penyelenggaraan pemerintah daerah yaitu asas desentralisasi dan dekonsentrasi. Dengan demikian Negara Kesatuan Republik Indonesia walaupun memberikan kewenangan pada pemerintah daerah dalam hal ini setingkat Provinsi, namun tetap merujuk pada konstitusi negara Republik Indonesia yaitu UUD 1945 hasil Amandemen dan juga UU 32 Tahun 2004 dimana yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah dibatasi oleh kewenangan yang langsung dikerjakan oleh Pemerintah Pusat. Adapun kewenangan yang dimiliki pemerintah pusat ialah politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, agama, moneter dan fiskal nasional. Hal tersebut mnenyebabkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak dapat melaksanakan hukum Islam sebagai hukum formal.
Sedangkan Negara Malaysia adalah monarkhi konstutisional dan berbentuk Federal yang secara  nominal dikepalai Yang di-Pertuan Agong, yang secara adat disebut dengan Raja. Raja sekaligus adalah pemimpin agama Islam di Malaysia. Yang di-Pertuan Agong dipilih dari dan oleh sembilan Sultan Negeri-Negeri Malaya, untuk menjabat selama lima tahun secara bergiliran; empat pemimpin negeri lainnya, yang bergelar Gubernur, tidak turut serta di dalam pemilihan.
Sistem pemerintahan di Malaysia bermodelkan sistem parlementer. Tetapi di dalam praktiknya, kekuasaan lebih terpusat di eksekutif daripada di legislatif, dan yudikatif diperlemah oleh tekanan berkelanjutan dari pemerintah selama zaman Mahathir, kekuasaan yudikatif itu dibagikan antara Pemerintah persekutuan dan  pemerintah negara bagian. Sejak kemerdekaan pada 1957, Malaysia diperintah oleh koalisi multipartai yang disebut Barisan Nasional (pernah disebut pula Aliansi).
Pemerintah negara bagian dipimpin oleh Menteri Besar (Kepala Daerah setingkat Gubernur jika di Indonesia) di negeri-negeri Malaya atau Ketua Menteri di negara-negara yang tidak memelihara monarki lokal, yakni seorang anggota majelis negara bagian dari partai mayoritas di dalam Dewan Undangan Negeri. Di tiap-tiap negara bagian yang memelihara monarki lokal, Menteri Besar haruslah seorang Suku Melayu Muslim, meskipun penguasa ini menjadi subjek kebijaksanaan para penguasa. Kekuasaan politik di Malaysia amat penting untuk memperjuangkan suatu isu dan hak. Oleh karena itu kekuasaan memainkan peranan yang amat penting dalam melakukan perubahan.
Dengan demikian administrasi pemerintahan Malaysia dibagi dalam tiga struktur: (1) Pemerintahan Pusat (Federal) di Kuala Lumpur; (2) Pemerintahan Negara Bagian; dan (3) Pemerintahan Setempat (Local Government). Pemerintah Federal memiliki otoritas dalam beberapa bidang yang meliputi keuangan, luat negeri dan pertahanan, keamanan dalam negeri, pendidikan dan kesejahteraan sosial. Maka kewenangan dalam hal Agama diatur oleh Pemerintah Negara Bagian. Hal tersebut menjadikan Negeri Bagian Kelantan dapat melaksanakan hukum Islam sebagai hukum formal.
Dapat diambil kesimpulan bahwa bentuk negara Indonesia yaitu, Negara Kesatuan dengan mengedepankan asas dekonsentrasi dan desentralisasi sedangkan bentuk Negara Malaysia yaitu, Federal. Sehingga hal tersebut pun berpengaruh terhadap penerapan nilai-nilai Islam di kedua negara tersebut terutama dalam wilayah Negara Bagian dan Provinsi di kedua Negara tersebut.
Namun Demikian Malaysia dan Indonesia adalah Negara yang menempatkan Islam dalam kedudukan penting. Itu dikarenakan Islam adalah agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat kedua Negara tersebut. Muslim di Indonesia dan Malaysia menganut Mazhab Syafi’i, yang merupakan mazhab moderat dan paling banyak dianut di Asia Tenggara. Di Malaysia, gerakan-gerakan Islam relatif homogen dalam menyuarakan tuntutan Islamisasi nilai-nilai dan hukum Islam di semua wilayah kehidupan. Sebaliknya, di Indonesia ada keragaman gerakan Islam, yang meliputi perspektif yang beragam tentang cara mengaktualisasikan Islam dan prinsip-prinsipnya dalam kehidupan publik.
Maka dari itu, Islamisasi di Indonesia menjadi berbeda dengan Malaysia, karena penerapan Islam secara legal-formal dapat dilihat dari proses perjuangan umat Islam di masing-masing Negara. Indonesia merupakan Negara multi etnis yang sejak periode perjuangan kemerdekaan telah ada polarisasi dua arus kekuatan besar, Islam dan Nasionalisme. Semenjak Negara ini lahir, penduduk di dalamnya tidak pernah berhenti berdebat tentang seberapa besar tempat yang herus diberikan kepada Islam dalam konteks politik modern.
Para founding fathers negeri ini sempat terbelah dalam soal apakah Islam atau lainnya yang menjadi dasar Negara. Kelompok Islam beranggapan bahwa sudah selayaknya Islam diberi tempat lebih besar dalam struktur ketatanegaraan baru, karena Indonesia ditegakkan dan dihuni oleh mayoritas penduduk yang beragama Islam. Sementara kelompok nasionalis berdalih bahwa Negara yang penduduknya tidak seratus persen Muslim, hubungan legal-formal antara Islam dan Negara bukan sebuah keharusan, karena hal itu rentan melahirkan diskriminasi, khususnya bagi kalangan non-muslim. Menurut argumen ini, sejauh umat islam berperan aktif dalam proses politik, maka tidak akan ada kebijakan yang tidak dipengaruhi nilai-nilai Islam. Ketika situasinya semakin genting, Piagam Jakarta, yang di dalamnya termuat perihal syariat islam, akhirnya dihapuskan. 
Maka kemelut ideologi yang menyertai awal lahirnya Negara baru ini berakhir dengan suatu kompromi yang khas. Indonesia secara konstitusional bukan Negara islam, namun juga bukan Negara sekuler yang memandang agama semata-mata sebagai masalah pribadi yang sama sekali terlepas dari Negara.
Sementara di Malaysia, Islam sebagai agama mayoritas penduduk ditampung dalam konstitusi dan dinyatakan sebagai agama resmi Negara. Itu disebabkan karena Malaysia merupakan negeri yang di dalamnya aspirasi Islam dan kebangsaan mengendap dalam asosiasi kultural-politis yang rapat. Pada tahap pra-kemerdekaan, Islam dan kebangsaan selalu hadir berdampingan dalam sejarah politik Melayu.
Berbeda dengan Indonesia, sejarah politik Melayu hampir tidak mengenal polarisasi antara kekuatan Islamis dan nasionalis. Islam tidak pernah mendapat tantangan dari kekuatan sekuler, karena ia adalah satu-satunya sistem simbolik yang paling dominan yang diterima secara luas oleh masyarakat. Ketika Islam masuk dalam konstitusi sebagai agama resmi Negara, praktis tidak ada perlawanan dari kelompok-kelompok nasionalis sekuler seperti di Indonesia.
Hal tersebut mengakibatkan di Indonesia Nilai-nilai Islam tidak secara legal forrmal menjadi hukum di tiap daerah dalam hal ini di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Sementara itu di Malaysia karena merupakan Negara Federal maka daerah dalam hal ini negara bagian memiliki kewenangan khusus untuk membuat konstitusinya sendiri maka dari itu di Negara Bagian Kelantan dimungkinkan untuk menggunakan Syariat Islam sebagai hukum formal yang berlaku dibarengi dengan kebijakan-kebijakan yang dibuatnya.
Gubernur di Indonesia ataupun Menteri Besar di Malaysia selaku pemimpin pemerintah di dalam sebuah Provinsi atau Negara Bagian mempunyai tugas dan fungsi yang sangat dominan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Berhasilnya seorang pemimpin dalam memimpin anggota yang dipimpinnya terletak pada kemampuannya dalam memandang peran dan posisinya selaku pemimpin dan memahami perilaku setiap individu-individu yang terdapat dalam lingkungan kerjanya maupun masyarakatnya.
Akhlak dan kezuhudan ( meninggalkan sesuatu yg bersifat duniawi) Tok Guru Nik Aziz Nik Mat yang dipengaruhi nilai-nilai keislaman, adalah pelajaran penting yang bisa ditiru pemimpin Indonesia. Setidaknya, menjadikan Kelantan bisa menjadi sebuah miniatur negara Islam yang bisa ditiru dan didambakan kaum muslimin dunia. Begitu juga dengan Ahmad Heryawan yang juga selalu mencoba menerapkan nilai-nilai yang beliau anut untuk diterapkan didalam setiap kebijakannya.
Pengaruh dari nilai-nilai yang dianut Tok Guru Nik Aziz dapat dilihat dari keberhasilan Kelantan dalam penerapan syariat Islam sebagai hukum yang digunakan tidak hanya berpengaruh, tidak bisa dipisahkan dari peranan besar Tok Guru Nik Abdul Aziz Nik Mat, seorang pemimpin yang berhasil memadukan perkataan dan perbuatan dalam dakwah. Dengan sifat zuhud (meninggalkan sesuatu yang bersifat duniawi dan mementingkan akherat) dan wara (sikap berhati-hati dalam menjalankan sesuatu) menjadikan dia terpercaya oleh pemilihnya baik yang muslim atau non muslim untuk menjabat menteri besar Kelantan, ketika itu.
Adapun kebijakan di bidang pendidikan negeri, Kelantan bisa mengalokasikan dana yang cukup besar, yaitu 27 juta US (majalah al-Mujtama, edisi, 1264 - 1 sept 1997). Walaupun tidak terlalu besar di Jawa Barat pun dalam bidang pendidikan ada  yang namanya BOS (Bantuan Operasional Sekolah) Provinsi, hal ini dilakukan untuk menambah jumlah bantuan yang juga sudah diberikan oleh pemerintah pusat. Selain itu ada hal lain yang perlu dicatat, penguasa negeri Kelantan memberlakukan peraturan bagi pekerja perempuan yang melahirkan berhak dapat cuti kerja selama dua tahun, tentu sedikit berbeda dalam lamanya waktu cuti dengan di Indonesia yang menerapkan kebijakan 3 bulan sebelum melahirkan dan 3 bulan setelah melahirkan anak. Meski sama-sama memberikan kebijakan cuti hamil namun di Malaysia lebih menghargai wanita dilihat dari lama waktu cuti yang diberikan ketika hamil.
Di Kelantan semua hiburan malam/night club, perjudian, minuman keras tidak diijinkan setelah PAS berkuasa. Pada prinsipnya di Indonesia dalam hal ini di Jawa Barat pun perjudian dan minuman keras di larang namun sayangnya dalam penerapannya belum konsisten sehingga perjudian dan peredaran minum keras masih banyak ditemukan terjadi di Jawa Barat.
       Hal-hal yang diungkapkan diatas, membuat masalah kepemimpinan selalu memberikan kesan dan daya tarik yang kuat bagi setiap orang untuk membahasnya lebih dalam. Tumbuh kembangnya suatu pemerintah sangat dipengaruhi oleh kemampuan seorang pemimpin dalam mengelola seluruh unsur yang terdapat dalam pemerintah. Sikap-sikap yang di tunjukkan oleh Tok Guru Nik Aziz maupun Ahmad Heryawan tidak lepas dari pengaruh orang tua, guru maupun orang-orang yang dikagumi semenjak kecil hingga dewasa
 Bagian yang paling penting dalam sebuah pemerintah adalah manusia selaku sumber daya utama. Di dalam penyelenggaraan pemerintahan inilah dibutuhkan kepemimpinan yang baik guna menggerakkan dan mengarahkan sumber daya manusia tersebut agar dapat bekerja secara maksimal, meskipun naluri, daya nalar dan tingkat sensitifitas manusia tersebut berbeda-beda. Memahami perilaku setiap individu tersebut, merupakan salah satu cara untuk mengetahui keinginan serta pemikiran masyarakatnya, sehingga setiap permasalahan yang muncul dalam dalam pemerintahannya dapat teratasi dengan baik.
Berbicara masalah kepemimpinan mengarah pada kemampuan individu dalam hal ini adalah kemampuan dari seorang pemimpin dalam berinteraksi dengan anggota yang dipimpinnya dengan memahami karakteristik dari masing-masing individu anggotanya sehingga ia akan mampu menciptakan situasi tertentu,yang diarahkan untuk mewujudkan keinginan bersama.
Berkembangnya pemikiran masyarakat menjadi semakin maju dan kritis,serta meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap hak-hak pelayanan yang dimilikinya merupakan tantangan bagi seorang pemimpin dan perangkatnya untuk lebih meningkatkan kinerjanya. Menyikapi dari hal tersebut tentu saja  diperlukan kepemimpinan yang mantap dalam menggerakkan bawahannya khususnya dalam hal kedisiplinan. Karena dari setiap pemerintah baik besar maupun kecil memerlukan sikap disiplin dari anggotanya.
Maka akan sangat menarik apabila melihat kepemimpinan Nik Abdul Aziz bin Bik Mat, sebagai pemimpin atau Menteri Besar Kelantan yang juga merupakan salah satu kader partai Islam terbesar pula di Malaysia yaitu Partai Islam se-Malaysia (PAS). Akan lebih menarik lagi apabila dibandingkan dengan  kepemimpinan seorang Ahmad Heryawan, sebagai pemimpin atau Gubernur Jawa Barat yang merupakan salah satu kader dari partai Islam yang bisa dibilang terbesar saat ini di Indonesia yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Nik Aziz dianggap memiliki kharisma dan akhlak serta moral yang baik karena terlihat dari bagaimana masyarakat Kelantan menjadikan beliau sebagai tempat meminta nasihat dan mudah ditemui, sedangkan Ahmad Heryawan agak sulit ditemui karena kesibukannya, namun Ahmad Heryawan pun memiliki moral yang baik karena berasal dari kalangan ustadz tetapi ada yang berpendapat bahwa apa yang dilakukannya tidak jauh berbeda dengan politisi-politisi lainnya yang juga mengisi posisi yang sama dengan beliau. Seperti telah disebutkan sebelumnya kedua orang ini merupakan kader dari partai islam yang berjuang dalam sistem multipartai di masing-masing negaranya, hal lain yang  menarik adalah sejarah berdirinya PAS di Malaysia maupun PKS di Indonesia, dapat dikatakan terinspirasi oleh dua partai pendahulunya juga yang berasaskan Islam yaitu Ikhwanul Muslimin dari Mesir dan Masyumi dari Indonesia. Heryawan maupun Nik Aziz memimpin sebuah daerah yang sebagian besar masyarakatnya memiliki dan memegang nilai-nilai Islam, bahkan di Kelantan merupakan sebuah daerah yang menerapkan syariah Islam yang cukup kuat. Walaupun demikian toleransi terhadap perbedaan di Jawa Barat maupun Kelantan masih bisa terjaga dengan baik, karena kedua daerah ini walau di dominasi oleh salah satu nilai namun memiliki penduduk yang heterogen. Di tengah persamaan latar belakang dari kedua orang tersebut terdapat perbedaan yang fundamental dalam sistem pemerintahan maupun demokrasi yang terjadi di masing-masing negara. Malaysia merupakan sebuah negara yang memakai sistem pemerintahan parlementer sedangkan Indonesia menggunakan sistem pemerintahan presidensiil. Dengan latar belakang yang dimiliki oleh kedua orang pemimpin Jawa Barat yaitu Ahmad Heryawan maupun Nik Aziz  sebagai pemimpin Kelantan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mentri Besar Kelantan memiliki visi ”membangun bersama Islam” yang didasari oleh nilai-nilai yang dianut yaitu nilai Islam. Selain itu beliau juga memanfaatkan berbagai media untuk berkomunikasi baik dengan aparat maupun masyarakatnya. Dan beliau pun sangat terbuka sehingga hubungannya dengan masyarakat menjadi cukup dekat karena beliau dapat ditemui kapanpun dan dimanapun dengan masyarakatnya. Dalam perilaku beliau memimpin, untuk membuat aparat maupun masyarakatnya berbuat baik beliau contohkan dengan keteladanan. Sedangkan Gubernur Jawa Barat memiliki visi tercapainya masyarakat Jawa Barat yang mandiri, dinamis dan sejahtera”. Visi tersebut banyak di pengaruhi oleh nilai moral/agama, hukum dan budaya (sunda). Gubernur Jawa Barat agak kesulitan dalam berkomunikasi, dan beliau cenderung mengerjakan tugas atau memberikan tugas hanya berdasarkan pada prosedur yang berlaku dan lebih banyak memberi himbauan dan instruksi pada bawahannya. Namun demikian sisi keislamannya pun cukup kuat mewarnai kepemimpinannya. Sama halnya dengan Mentri Besar Kelantan, Gubernur Jawa Barat pun memberikan keteladanan agar menambah motivasi aparat maupun masyarakatnya dalam bertindak.
Dengan demikian, kesimpulan yang didapat adalah tipe kepemimpinan  Mentri Besar Kelantan apabila dimasukkan kedalam tipe kepemimpinan yang dikemukakan Sondang Siagian maka termasuk tipe yang demokratis. Namun demikian demokratis disini tentu kental dengan nuansa islami. Jadi bisa dikatakan demokratis yang Islami. Sama halnya dengan tipe kepemimpinan Gubernur Jawa Barat apabila dimasukkan kedalam tipe kepemimpinan yang diungkapan Sondang Siagian maka cenderung termasuk tipe yang demokratis, namun tidak murni demokratis karena ada nuansa islaminya, jadi bisa dikatakan cenderung demokratis yang Islami sama seperti Mentri Besar Kelantan.

No comments: