Haji Omar Said
Cokroaminoto lahir di Ponorogo 6 Agustus 1882, dan meninggal dunia pada 17
Desember 1934, dan dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta. Dia dikenal sebagai
Ketua Partai Politik Sarekat Islam. Cokro lahir di Ponorogo, Jawa Timur, anak
kedua dari 12 orang bersaudara. Ayahnya, R. M. Cokroamiseno, seorang pegawai
pemerintahan, pamannya, R. M. Cokronegoro, pernah menjabat Bupati Ponorogo.Haji
Umar Said Cokroaminoto dilahirkan didesa Bakur, daerah Madiun pada tanggal, 20
Mei 1883. Tepat pada waktu Gunung Krakatau meletus. Cokroaminoto adalah anak
kedua dari 12 orang bersaudara. Ayahnya, R. M. Cokroamiseno, salah seorang
pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah
juga menjabat sebagai bupati Ponorogo.
Tamat sekolah
rendah ia meneruskan pelajarannya ke OSVIA (Opleidings School voor Inlandsche
Ambtenaren/Lembaga Pendidikan Pegawai Bumiputra) Magelang tamat pada tahun 1902
dan menjadi juru tulis sampai 1095. Antara tahun 1907 – 1910 bekerja pada Firma
Coy & CO di Surabaya, disamping meneruskan pada Burgelijek Avondschool
bagian mesin. Bekerja sebagai masinis pembantu, kemudian ditempatkan dibagian
kimia pada pabrik gula di kota tersebut ( 1911 – 1912 ). Beliau wafat pada
tahun 1934 dan dikebumikan di TMP Pekuncen, Yogyakarta. Hingga kini beliau
dikenal sebagai tokoh dari Sarekat Islam. Selain itu, salah satu kata-kata
mutiaranya yang masyhur adalah: “Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid,
sepintar-pintar siasat”.
Setelah bergulat
di sektor swasta, Cokroaminoto giat dalam bidang politik, ia membuat carier
politiknya di Sarekat Islam yang didirikan pada bulan Mei tahun 1912. Sarekat
Islam ialah sebuah persatuan perdagangan di Jawa, Indonesia yang diasaskan pada
tahun 1909 di Jakarta oleh RM Tirtoadisuryo, seorang peniaga dari Kota
Surakarta. Pada asalnya dinamai Sarekat Dagang Islam (SDI), pertubuhan ini
bertujuan untuk membantu peniaga-peniaga kaum bumiputera, khususnya dalam
industri batik. Selain itu, juga untuk menghadapi persaingan daripada
pedagang-pedagang Cina.
Pada awal tahun
1912 terjadi sebuah kerusuhan anti-Cina, dan penguasa ketika itu mengharamkan
SDI. Oleh itu, pada bulan September dalam tahun tersebut, SDI menggantikan
namanya menjadi Sarekat Islam, dan melantik Umar Said Cokroaminoto sebagai
ketua. Pada bulan Mei 1912.
Kongres Sarekat
Islam yang pertama diadakan pada bulan Januari 1913. Dalam kongres ini,
Cokroaminoto menegaskan bahawa Sarekat Islam bukannya sebuah parti politik,
tetapi bertujuan untuk:
• meningkatkan perdagangan di kalangan bangsa Indonesia;
• membantu anggotanya yang mengalami kesulitan ekonomi; dan
• mengembangkan kehidupan keagamaan dalam masyarakat Indonesia.
Kongres Sarekat Islam yang kedua diadakan pada bulan Oktober 1917, diikuti oleh Kongres ketiga antara 29 September hingga 6 Oktober 1918 di Surabaya. Dalam kongres ketiga ini, Cokroaminoto menyatakan bahawa jika Belanda tidak melakukan reformasi sosial secara besar-besaran, maka Sarekat Islam pada dirinya akan melakukannya di luar parlemen.
• meningkatkan perdagangan di kalangan bangsa Indonesia;
• membantu anggotanya yang mengalami kesulitan ekonomi; dan
• mengembangkan kehidupan keagamaan dalam masyarakat Indonesia.
Kongres Sarekat Islam yang kedua diadakan pada bulan Oktober 1917, diikuti oleh Kongres ketiga antara 29 September hingga 6 Oktober 1918 di Surabaya. Dalam kongres ketiga ini, Cokroaminoto menyatakan bahawa jika Belanda tidak melakukan reformasi sosial secara besar-besaran, maka Sarekat Islam pada dirinya akan melakukannya di luar parlemen.
Dalam kongres selama
1913–1916 tampaklah kemana S.I dibawa Cokroaminoto, dalam kongres Surabaya 1913
ia dipilih sebagai ketua Pedoman Besar, meskipun pada waktu itu belum ada
organisasi pusatnya. Dalam kongres Bandung dinyatakan, bahwa untuk mencapai
kemerdekaan ditempuh jalan revolusi, sementara kemudian dalam Kongres Batavia
keluar dengan keputusan yang lebih tegas, jalan parlemen atau revolusioner.
Sifat nasional-islam-revolusioner itu, lebih jelas lagi tampak, waktu Central
Sarikat Islam 1916 menyatakan akan berjuang melawan kapitalisme, sebagai yang
pada program perjuangan kongres nasional 1817.
Dengan adanya
Volksraad, terbentuk politik Comite guna penyusunan calon-calon. Cokroaminoto
menjadi anggota angkatan pemerintah, sementara Abdul Muis dipilih. Dalam
Kongres Yogyakarta tahun 1921, terang-terangan S.I pecah dua, pihak
Cokroaminoto dengan semi-nasional dan sosialis dan pihak Semaun , 100%
revolusioner, yang sejak beberapa waktu beberapa waktu dengan cara celvorming
memasuki S.I.
Dengan diadakannya
kongres Al Islam Hindia pada tahun 1924, S.I direorganisasi dan menjadi Partai
Serikat Islam Indonesia ( PSII ). Sebagai pemimpin lebih kuat H.A Salim tampil
kemuka dari Cokroaminoto. Dalam tahun 1926 ia dan K.H.M Mansur diutus oleh
kongres Al-Islam V ke kongres Alam Islami di Mekkah, Pada waktu inilah ia
menunaikan rukun yang kelima. Pada tahun 1933 timbul perpecahan yang kedua, Dr
Sukiman dan Suryopranoto dirojeer dan mendirikan Partai Islam Indonesia ( PARII
). Kemudian disusul pula dengan perpecahan dengan kartosuwiryo dan akhirnya
dengan H.A Salim yang mendirikan Penyadar pada tanggal, 17 Desember 1934.
Haji Umar Said
Cokroaminoto bukan hanya aktifis politik, melainkan juga pemikir. Pemimpin
Sarekat Islam (SI) ini menulis buku Islam dan Sosialisme (1925), juga Tarich Islam
(1931). Ia pun sering menyampaikan ceramah.
Cokroaminoto bahkan layak disebut sebagai guru bangsa, sejenis hulu sungai bagi kepemimpinan politik di Indonesia. Orang mencatat bahwa Sukarno dari kalangan nasionalis yang mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI), Semaun dari kalangan sosialis yang mendirikan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Kartosuwiryo dari kalangan Islam yang mendirikan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Bung Karno bahkan pernah jadi menantunya pula. Karena perannya begitu penting, dulu Cokroaminoto konon sering diledek oleh lawan-lawan politiknya sebagai “De Ongekroonde koning van Indie” (Raja Hindia tanpa Mahkota) atau “De aanstaande koning der Javanen” (Raja Jawa masa depan).
Cokroaminoto bahkan layak disebut sebagai guru bangsa, sejenis hulu sungai bagi kepemimpinan politik di Indonesia. Orang mencatat bahwa Sukarno dari kalangan nasionalis yang mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI), Semaun dari kalangan sosialis yang mendirikan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Kartosuwiryo dari kalangan Islam yang mendirikan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Bung Karno bahkan pernah jadi menantunya pula. Karena perannya begitu penting, dulu Cokroaminoto konon sering diledek oleh lawan-lawan politiknya sebagai “De Ongekroonde koning van Indie” (Raja Hindia tanpa Mahkota) atau “De aanstaande koning der Javanen” (Raja Jawa masa depan).
Buku Islam dan
Sosialisme, merupakan salah satu buku penting karya cendekiawan Indonesia dari
paro pertama abad ke-20. Cokroaminoto menulis buku ini dalam bahasa Indonesia
pada 1924, kira-kira empat tahun sebelum Sumpah Pemuda antara lain menyerukan
pemakaian bahasa Indonesia. Sempat pula buku ini dicetak ulang, antara lain
pada 1950 dan 1962. Dalam buku ini, Cokroaminoto menggali “anasir-anasir
sosialisme” dari khazanah Islam, baik dari sumber teologisnya maupun dari
pengalaman historisnya. Pada dasarnya ia menekankan bahwa sosialisme sudah
terkandung dalam hakikat ajaran Islam, dan sosialisme yang ideal harus
diarahkan oleh keyakinan agama (Islam). Itulah yang dia sebut “Sosialisme cara
Islam” dan yang ia yakini cocok untuk Indonesia.
Cokroaminoto
memeriksa konsep sosialisme dari khazanah pemikiran Eropa, tak terkecuali dari
Karl Marx, hingga bentuk-bentuk tatanan sosial politik yang bertolak darinya.
Setelah mengajukan kritik atas gagasan pemikir Eropa, ia membandingkan
temuannya dengan pemikirannya sendiri mengenai dasar-dasar sosialisme dalam Islam,
dengan memetik sejumlah ayat Alquran, juga mengutip hadis. Ia antara lain
berpijak pada Surat Al-Baqarah ayat 213: Perikemanusiaan itu adalah satu
kesatuan. Tinjauan historisnya, mengarah ke tatanan pemerintahan Nabi Muhammad
SAW, yang dilanjutkan oleh para khalifah, teristimewa Khalifah Umar. Ia
tunjukkan bahwa pemerintahan Islam — yang dipandang bersifat sosialistis —
berpijak pada nilai-nilai kedermawanan, persaudaraan, kemerdekaan, dan
persamaan.
Nama Bung Karno
yang dikenal sebagai Putra Sang Fajar tidak bisa dilepaskan dari tokoh – tokoh
Pergerakan Islam yang Istiqomah berjuang demi cita – cita besar Kemerdekaan
Indonesia, pemuda Soekarno pernah mondok di rumah tokoh Haji Oemar Said
Cokroaminoto, tokoh terkemuka Sjarikat Islam, selain belajar filsafat dan
pemikiran Islam pemuda soekarno juga belajar tentang pergerakan kepada orang
yang tepat, bung karno sangat menikmati ceramah dan orasi cokroaminoto yang
penuh energi perjuangan meski berada dalam pengawasan pihak belanda, gaya orasi
sang guru turut membentuk gaya kepemimpinan bung karno dengan ciri khas pidato
– pidatonya yang lantang dan berapi – api, Islamisme Cokroaminoto yang dijuluki
oleh belanda sebagai “raja jawa tanpa mahkota” sedikit banyak terserap oleh
pemuda soekarno, meski bung karno akhirnya memilih jalannya sendiri dengan
hijrah ke Bandung dan kemudian mendirikan Partai Nasionalis Indonesia.
Tatkala berada
dalam pengasingan belanda bung karno senantiasa berkorespondesi dengan Kyai
Haji Mas Mansur, tokoh pergerakan dan ulama berpengaruh asal Surabaya yang
dekat dengan kalangan NU, kelak KH Mas Mansur dipercaya menjadi Pengurus Besar
Pesyarikatan Muhammadiyah dan pada masa pendudukan jepang mendirikan Pusat
Tenaga Rakyat (PUTERA) dan terlibat dalam perjuangan bersama Bung Karno dalam
Empat Serangkai.
Dengan Mas Mansur
Bung Karno sering bertukar pikiran tentang Dinamika Islam dan langkah – langkah
untuk me-mudakan pengertian Islam, beliau mengutarakan ketidaksetujuannya
dengan sikap taklid bahkan secara tegas mengkritisi tentang “hijab” atau
pembatas antara jamaah pria dan jamaah wanita, dan banyak kegelisahan –
kegelisahan bung karno tentang permasalahan keislaman yang kesemuanya itu
menunjukkan semangat dan harapan seorang soekarno agar Syiar Islam tidak jalan
ditempat.
Sebagai salah satu
pelopor pergerakan nasional, Cokroaminoto mempunyai tiga orang pengikut yang
kemudian mewarnai politik Indonesia. Mereka adalah Sukarno (ahli nasionalisme),
Semaoen (ahli sosialisme), dan Kartosuwiryo (ahli agama). Di kemudian hari,
ketiganya saling berseberangan. Semaoen dengan Alimin dan Muso terlibat
pemberontakan PKI di Madiun 1947. Sedangkan Kartosuwiryo dikenal sebagai
dedengkot Darul Islam (DI)/TII dan memproklamasikan Negara Islam Indonesia pada
7 Agustus 1948.
Islam & Sosialisme ; H.O.S. Tjokroaminoto
“Bagi kita, orang
Islam, tak ada sosialisme atau rupa-rupa “isme” lain-lainnya, yang lebih baik,
lebih elok dan lebih mulia, melainkan sosialisme yang berdasar Islam itulah
saja” (HOS Tjokroaminoto)
Tahun 1924 di
Mataram, HOS Tjokroaminoto seorang pendiri dan sekaligus ketua Sarekat Islam
(SI) menulis buku “Islam dan Sosialisme”. Buku tersebut ditulis oleh Tjokro, di
samping karena pada waktu itu tengah terjadi pemilihan-pemilihan ideologi
bangsa, juga lantaran pada waktu itu paham ideologi yang digagas para tokoh
dunia sedang digandrungi oleh kalangan pelajar Indonesia, di antaranya
sosialisme, Islamisme, kapitalisme dan liberalisme.
Buku Tjokroaminoto
ini diterbitkan kembali oleh penerbit TriDe tahun 2003, yang meskipun merupakan
pikiran lama, tetapi menjadi penting bagi generasi muda sekarang untuk
memberikan inspirasi bagi pemikiran-pemikiran kedepan, pemikiran-pemikiran
mendasar, untuk membangun fondasi kokoh bagi kemajuan Indonesia. Memuat tentang
pemahaman arti sosialisme, sosialisme dalam Islam, sosialisme Nabi Muhammad
serta sahabat-sahabat nabi yang berjiwa sosialis dan komparasi-komparasi
sosialisme ala Barat dengan sosialisme ala Islam. Diantara bab yang menarik
untuk di bahas adalah “Sosialisme Dalam Islam” Bab I hal 24 – 41 (Penerbit
TriDe). Berikut ini petikan dari Sosialisme dalam Islam : Dasarnya Sosialisme
Islam “Kaanannasu ummatan wahidatan”
Peri-kemanusiaan
adalah menjadi satu persatuan”, begitulah pengajaran di dalam Qur’an yang suci
itu, yang menjadi pokoknya sosialisme. Kalau segenap peri-kemanusiaan kita
anggap menjadi satu persatuan, tak boleh tidak wajiblah kita berusaha akan
mencapai keselamatan bagi mereka semuanya. Ada lagi satu sabda Allah di dalam
Al Qur’an memerintahkan kepada kita, bahwa kita “harus membikin perdamaian
(keselamatan) diantara kita”. Lebih jauh di dalam al Qur’an ada dinyatakan,
bahwa “kita ini telah dijadikan dari seorang-orang laki-laki dan seorang-orang
perempuan” dan “bahwa Tuhan telah memisah-misahkan kita menjadi
golongan-golongan dan suku-suku, agar supaya kita mengetahui satu sama lain”.
Nabi kita Muhammad
s.a.w. telah bersabda, bahwa “Tuhan telah menghilangkan kecongkakan dan
kesombongan di atas asal turunan yang tinggi. Seorang Arab tidak mempunyai
ketinggian atau kebesaran yang melebihi seorang asing, melainkan barang apa
yang telah yakin bagi dia karena takut dan baktinya kepada Tuhan”. Bersabda
pula Nabi kita s.a.w. bahwa “Allah itu hanyalah satu saja, dan asalnya sekalian
manusia itu hanyalah satu, mereka ampunnya agama hanyalah satu juga”. B
erasalkan sabda
Tuhan dan sabda Nabi yang saya tirukan ini, maka nyatalah, bahwa sekalian anak
Adam itu ialah anggotanya satu badan yang beraturan (organich lichaam), karena
mereka itu telah dijadikan dari pada satu asal. Apabila salah satu anggotanya
mendapat sakit, maka kesakitannya itu menjadikan rusak teraturnya segenap badan
(organisme). Barang apa yang telah saya uraikan ini, adalah saya pandang
menjadi pokoknya sosialisme yang sejati, yaitu sosialisme cara Islam (bukan
sosialisme cara Barat). Akan menunjukkan, bahwa agama Islam itu sungguh-sungguh
menuju perdamaian dan keselamatan, maka di dalam bab ini baiklah saya uraikan
maknanya perkataan “Islam”. Adapun makna ini adalah empat rupa:
1. Islam –menurut
pokok kata “Aslama” –maknanya: menurut kepada Allah dan kepada utusannya dan
kepada pemerintahan yang dijadikan dari pada umat Islam. (“Ya ayyuhalladzina
amanu athi’ulloha wa’athi urrosula waulilamri minkum”)
2. Islam –menurut
pokok kata “Salima” –maknanya: selamat. Tegasnya: apabila orang dengan
sungguh-sungguh menjalankan perintah-perintah agama Islam, maka tak boleh tidak
ia akan mendapat keselamatan di dunia dan keselamatan di akhirat, karena orang
Islam itu harus bertabi’at selamat, begitulah menurut hadist sabda Nabi kita
yang suci Mohammad s.a.w.: “Afdhalul mukminina islaman man salimal muslimuna
min lisanihi wayadihi”, artinya: orang mukmin yang teranggap utama dalam pada
menjalankan agama Islam, ialah mereka yang mempunyai tabi’at selamat yang
menyelamatkan sekalian orang Islam, karena dari pada bicaranya dan tangannya.
3. Islam, menurut pokok-kata “Salmi” –maknanya: rukun. Tegasnya: orang yang menjalankan agama Islam haruslah rukun. (An aqimuddina wala tatafarraq fiha”, artinya: Hendaklah (kamu) mendirikan agama (Islam) dan janganlah (kamu) sama berselisihan.
3. Islam, menurut pokok-kata “Salmi” –maknanya: rukun. Tegasnya: orang yang menjalankan agama Islam haruslah rukun. (An aqimuddina wala tatafarraq fiha”, artinya: Hendaklah (kamu) mendirikan agama (Islam) dan janganlah (kamu) sama berselisihan.
4. Islam, menurut
pokok-kata “Sulami”– maknanya: tangga, ialah tangga atau tingkat-tingkat untuk
mencapai keluruhan dunia dan keluruhan akhirat. Jikalau orang Islam dengan
sungguh-usngguh menjalankakn agamanya, maka tak boleh tidak mereka akan mencapai
derajat yang tinggi sebagai yang telah di jalankan oleh khulafaurrasyidin.
Dasarnya Perintah-perintah Agama yang Bersifat Sosialistich
Dalam pada
mengarangkan perintah-perintah yang berhubungan dengan jalannya ibadah, maka
Nabi kita Muhammad s.a.w., ialah pengubah terbesar tentanghal-ikhwal pergaulan
hidup manusia bersama (sociale Hervormer) yang terkenal oleh dunia, tiadalah
melupakan asas-asas demokrasi tentang persamaan dan persaudaraan dan juga
asas-asas sosialisme.
Menurut
perintah-perintah agama yang telah ditetapkan oleh Nabi kita, maka sekalian
orang Islam, kaya dan miskin, dari rupa-rupa bangsa dan warna kulit, pada
tiap-tiap hari Jum’at haruslah datang berkumpul di dalam masjid dan menjalankan
shalat dengan tidak mengadakan perbedaan sedikitpun juga tentang tempat dan
derajat, di bawah pimpinannya tiap-tiap orang yang dipilih di dalam perkumpulan
itu. Dua kali dalam tiap-tiap tahun sekalian penduduknya satu kota atau tempat,
datanglah berkumpul akan menjalankan shalat dan berjabatan tangan serta
berangkul-rangkulan satu sama lain dengan rasa persaudaraannya. Dan akhirnya
tiap-tiap orang Islam diwajibkan satu kali di dalam hidupnya akan mengunjungi
Mekah pada waktu yang telah ditentukan, bersama dengan berpuluhdan beratus ribu
saaudaranya Islam.
Di dalam kumpulan
besar ini, beribuan mereka yang datang dari tempat yang dekat tempat yang jauh
sama bertemuan disatu tempat pusat, semuanya sama berpakaian satu rupa yang
sangat sederhana, buka kepala dan kaki telanjang, orang-orang yang tertinggi dan
terendah derajatnya dari rupa-rupa negeri dan tempat, rupa-rupa pula bangsa dan
warna kulitnya; kumpulan besar yang kejadian pada tiap-tiap tahun ini adalah
satu pertunjukan sosialme cara Islam dan ialah contoh besar dari pada
“persamaan” dan “persaudaraan”. Di dalam kumpulan ini tidak menampak perbedaan
sedikitpun juga diantara seorang raja dengan hambanya. Hal inilah bukan saja
menanam tetapi juga melakukan (mempraktekkan) perasaan, bahwa segala manusia
itu termasuk bilangannya satu persatuan dan diwajibkan kepada mereka itu akan
berlaku satu sama lain dengan persamaan yang sempurna sebagai
anggota-anggotanya satu persaudaraan.
Kumpulan besar
yang kejadian pada tiap-tiap tahun ini bukan saja menunjukkan persamaan harga
dan persamaan derajat diantara orang dengan orang, tetapi juga menunjukkan
persatuan maksud dan tujuan pada jalannya segenap peri-kemanusiaan. Berpuluh
ribu orang laki-laki dan perempuan, tua dan muda, datang di lautan pasir itu
dengan segala kemudaratan di dalam perjalannya, hanyalah dengan satu maksud
yaitu akan menunjukkan kehormatan dan kepujiannya kepada satu Allah, yang
meskipun mereka bisa mendapatkan dimana-mana tempat dan pada tiap-tiap saat,
tetapi kecintaan mereka kepada Allah itu diperumumkan di dalam satu kumpulan
bersama-sama sebagai Tuhan mereka bersama, ialah Tuhan yang mencinta mereka
semuanya –Rabbil ‘alamin. Cita-cita yang terlahir di dalam kumpulan besar ini
ialah guna menunjukkan pada waktu yang bersama akan keadaan lahir yang
membuktikan persaudaraan bersama dan rasa cinta-mencinta di dalam batin, agar
supaya di dalam rohnya tiap-tiap orang Islam tertanamlah cita-cita bersal dari
satu Tuhan dan cita-cita persaudaraan diantara manusia dengan manusia. Sosialisme
di dalam Islam bukan saja diajarkan sebagai teori, tetapi dilakukan
(dipraktikkan) juga sebagai wajib.
Kedermawanan Cara
Islam Nabi kita menyuruh kita berlaku dermawan dengan asas-asas yang bersifat
sosialis. Sedang Quran berulang-ulang menyatakan, bahwa memberi sedekah itu
bukannya bersifat kebajikan, tetapi bersifat satu wajib yang keras dan tidak
boleh dilalaikannya. Kecuali yang lain-lainnya, maka tentang pemberian sedekah
itu Allah ta’ala ada bersabda di dalam Quran beginilah maksudnya:
“Kamu tidak pernah
akan dapat mencapai keadilan, kecuali apabila kamu telah memberikan daripada
apa yang kamu cintai; dan Tuhan mengetahui apa yang kamu berikan itu”.
Di satu tempat
yang lain, Allah ta’ala bersabda di dalam Quran begini maksudnya:
“Barang siapa memberi sedekah dari pada kekayannya, guna membuat lebih suci dirinya. Dan tidak supaya kebajikannya akan diberi upahan. Tetapi barang siapa memberikan kekayannya untuk keperluan perkaranya dia punya Tuhan, yaitu Tuhan yang Maha luhur. Dan kemudiannya tidak boleh tidak dia akan bersenang dengan dia punya upahan”.
“Barang siapa memberi sedekah dari pada kekayannya, guna membuat lebih suci dirinya. Dan tidak supaya kebajikannya akan diberi upahan. Tetapi barang siapa memberikan kekayannya untuk keperluan perkaranya dia punya Tuhan, yaitu Tuhan yang Maha luhur. Dan kemudiannya tidak boleh tidak dia akan bersenang dengan dia punya upahan”.
Masih ada lagi lain-lain perintah Tuhan
yang mewajibkan kita memberi sedekah dari pada kekayaan kita. Satu dua sabda
Nabi kita, yang menunjukkan sifat sosialis yang terkandung di dalam aturan
pemberian sedekah, adalah seperti yang berikut:
“Sekalian makhluk Tuhan adalah Tuhan
ampunnya keluarga dan ialah yang sangat berbakti (percaya) kepada Tuhan yaitu
barang siapa berusaha berbuat sebanyak-banyaknya kebajikan kepada makhluk
Tuhan”.
“Memberi sedekah
adalah satu wajib bagi kamu. Sedekah hendaklah diberikan oleh orang kaya
diberikan kepada orang miskin”.
“Siapakah yang sangat dikasihi oleh
Tuhan? Yaitu barang siapa mendatangkan sebesar-besarnya kebaikan bagi makhluk
Tuhan”.
Sepanjang pengetahuan saya, maka
hanyalah Nabi kita itu saja pemberi wet yang telah menetapkan ukuran
besar-kecilnya kedermawanan yang berupa sedekah. Sepanjang kemauan Islam maka
sedekah ada dua macamnya, yaitu sedekah yang bergantung dari kemauannya
pemberi, dan sedekah yang diwajibkan, ialah zakat namanya. Menurut perintah
Tuhan di dalam Al Qur’an maka zakat haruslah diberikan kepada delapan golongan
manusia: 1. Orang-orang fakir; 2. Orang-orang miskin; 3. ‘Amil, yaitu
orang-orang yang diserahi pekerjaan mengumpulkan dan membagi zakat; 4.
Mu’amalah kulubuhum (mereka yang hatinya harus dilembekkan akan menurut kepada
agama Islam), yakni orang-orang yang meskipun sudah masuk agama Islam, tetapi
kerajinannya kepada agama masih lembek, atau orang-orang ternama yang boleh
melakukan pengaruh di atas masuknya lain-lain orang kepada agama Islam; 5. Buat
membeli lepas orang-orang budak belian. 6. Orang-orang berhutang yang tidak
berkuasa membayar hutang itu, yakni hutang untuk keperluan ke-islaman; 7.
Orang-orang yang melakukan perbuatan untuk memajukan agama Tuhan dan 8.
Orang-orang bepergian, yang tidak akan dapat menyampaikan maksud perginya kalau
tidak dengan pertolongannya sesama orang Islam.
Adapun besarnya
zakat adalah ditentukan sekian, sehingga apabila segenap peri-kemanusiaan
menurut hukum Islam tentang zakat, ditambah pula dengan kedermawanan yang lain-lainnya
sebagai yang dikehendaki oleh Islam, maka di dunia kita akan datanglah
peri-keadaan sosialisme, peri-keadaan sama rata sama rasa, ialah peri-keadaan
selamat.
Maksudnya
melakukan perintah tentang kedermawanan di dalam wet Islam, ternyata ada tiga
rupa, yang mana masing-masing sama mempunyai dasar sosialis.
1. Akan membangun
rasa ridha mengorbankan diri dan rasa melebihkan keperluan umum dari pada
keperluan diri sendiri. “Lebih baik mati sendiri, tetapi janganlah membiarkan
lain orang mati karena kelaparan”, –inilah rupanya yang telah menjadi pokoknya
cita-cita.
2. Akan membahagi
kekayaan sama-rata di dalam dunia Islam. Dengan lantaran menjadikan peberian
zakat sebagai salah satu rukun Islam, adalah dikehendaki; supaya umpamanya ada
orang mendapat tinggalan warisan harta-benda yang besar, orang-orang yang
miskin dan kekurangan akan mendapat bahagian dari pada kekayaan itu.
3. Akan menuntun persaan orang, supaya
tidak anggap kemiskinan itu satu kehinaan, supaya orang anggap kemiskinan itu
ada lebih baik dari pada kejahatan. Sekalian orang suci dalam Islam sukalah
menjadi miskin, sedang kita punya Nabi yang mulia itu sendiri telah berkata:
“Kemiskinan itu menjadikan besar hati saya”. (Al Fakir fakhri).
Dasar sosialistik yang tersebut ketiga
ini perlu sekali ditanamkan dalam hati orang dalam pergaulan hidup bersama
antara bangsa Arab pada zaman dulu, karena banyaklah diantara mereka yang
congkak di atas asal-turunan dan peri-keadaan yang asal dari nenek moyangnya,
tetapi lebih perlu pula sekarang ini ditanamkan dalam hatinya orang-orang
bangsawan dan hartawan dalam pergaulan hidup bersama pada zaman sekarang.
Islam adalah sebenar-benarnya satu
agama yang bersifat demokratis dan telah menetapkan beberapa banyak hukum yang
bersifat demokratis bagi orang-orang yang memluk dia. Islam menentukan
persaudaraan yang harus dilakukan benar-benar diantara orang-orang Islam di
negeri yang mana pun juga, baik yang berkulit merah ataupun berkulit kuning,
berkulit putih atau hitam, yang kaya atau yang miskin. Persaudaraan Islam
sangatlah elok dan indah sifatnya. Ia dapat menghilangkan permusuhan yang asal
dari turun-turunan yang sudah berabad lamanya; orang asing dijadikannya sahabat
karib dan persahabatannya itu lebih kuat dari pada perhubungan saudara yang
asal dari darah.
Persaudaraan Islam sampai pada tingkat
yang tinggi sekali, yaitu terbukti: sepeninggalnya Nabi Muhammad s.a.w.
pimpinan Republik Arab tidak diberikan kepada kaluarganya yang terdekat dan
tercinta, tetapi diberikan kepada salah seorang sahabtnya. Isalm telah
menghapuskan perbdaan karena bangsa dan karena kulit sampai begitu luasnya,
sehingga beberapa orang Abyssine yang “hitam kulitnya” telah menjadi pemimpin
yang sangat terhotmat diantara orang-orang Islam, sedang tiga orang anggota
yang sangat ternama dari pada pergaulan hidup Islam bersama –yaitu Hasan, Bilal
dan Suhail masing-masing berasal dari Basrah, Habash, (Abyssine) dan Rum (Tuki
di Azie) –ketiganya ini berbeda-beda juga warna kulitnya. Islam membunh
perbedaan karena kaste dan karena klas begitu sempurna, sehingga orang-orang
budak belian telah dijadikan komandan dari bala-tentara Islam memerintah di
atas orang-orang dari asal turunan yang tinggi dan tinggi pula derajatnya.
Perkawinan antara budak belian dengan orang merdeka yang ternama dirayakan
dengan seharusnya, dan anak-anak yang terlahir dari pada mereka dihormat satu
rupa juga sebagai anak-anak turunan bangsawan.
Hingga pada dewasa ini di tanah Arab
adalah berlaku persamaan yang sempurna antara orang dengan orang, dan seorang
penuntutn unta, seorang saudagar kaya dan seorang yang mempunyai tanah, makan
dan minum dan hidup bersama-sama dengan tidak ada perbedaannya. Bahkan di
Hindia, di dalam negeri Islam Bopal, orang-orang budak makan di meja
bersama-sama dengan tuannya. Meskipun Nabi kta s.a.w. pada zamannya tidak atau
tidak bisa menghapuskan aturan budak belian—(kaum miskin, kaum proletar, dalam
abad ke 20 ini pun nasibnya tidak lebih baik dan tidak lebih menyenangkan dari
pada nasibnya orang-orang budak belian di negeri Islam), tetapi Nabi kita,
ialah Pengubah dunia yang terbesar, telah membeli tusukan yang terkeras kepada
aturan budak belian, yaitu dengan lantaran derajatnya budak belian disamakannya
dengan derajatnya orang merdeka. Diperintahkan oleh Nabi kita, supaya
orang-orang budak belian diberi makanan satu rupa yang dimakan oleh tuannya,
diberi pakaian satu rupa yang dipakai oleh tuannya. Orang merdeka diperkenankan
berkawin sama budak belian, dan orang-orang bnudak belian mendapat persamaan
hak dan persamaan perikeadaan dalam hukum dengan orang-orang merdeka.
Di Hindustan
adalah beberapa raja pada dulu-kala yang asal turunan dari orang-orang budak
belian. Diantara yang lain-lainnya, maka raja Kutubuddin yang ketika masih
anak-anak menjadi budak belian, telah memerintahkan negeri yang amat besar
dengan segala kebijaksanaan. Beberapa orang dari pada raja-raja yang tersebut
itu, ialah pemimpin yagn sangat bijaknya dan mashur karena tinggi pelajarannya.
Menara Kutub Minar
di kota Delhi (Hindustan), yang didirikan oleh raja yang pertama-tama asal
budak belian di Hindustan pada permulaan abad yang ke 13, sekarang ini masih
berdiri sebagai protes terhadap kepada pengarang-pengarang bangsa Eropa yang
dengan buta-tulinya senantiasa membusuk-busukkan aturan budak belian Muslim.
Kutub Minar itulah satu tanda peringatan yang gagah menunjukkan betapa besar
jasanya Islam kepada orang-orang budak Islam.
Islam dan
Anasir-anasir Sosialisme. Menurut pendapatan saya di dalam faham sosialisme
adalah tiga anasir, yaitu: kemerdekaan (virjheid-liberty), persamaan
(gelijkheid-equality) dan persaudaraan (broederschap-fraternity). Ketiganya
anasir ini adalah dimasukkan sebanyak-banyaknya di dalam peraturan-peraturan
Islam dan di dalam perikatan hidup bersama yang telah dijadikan oleh Nabi kita
yang suci Muhammad s.a.w.
a. Kemerdekaan, Tiap-tiap
orang Islam tidak harus takut kepada siapa atau apa pun juga, melainkan
diwajibkan takut kepada Allah saja. “Lahaula wala kuwwata illa billah” (Tidak
ada pertolongan dan kekuatan, melainkan dari pada Allah belaka). “Iyyaka na’budu
wa iyyaka nasta’in” (Hanyalah Tuhan saja yang kita sembah dan hanyalah Tuhan
sendiri yang kita mintai pertolongan). Beberapa orang Arab, yang tidak biasa
tinggal berumah yang tetap, belum pernah melihat rumah batu, yang dulu dengan
pakaiannya yang buruk dikirmkan menghadap raja-raja Persi dan Roma yang
berkuasa, meskipun raja-raja ini mempertunjukkan kekuasaan dan kebesarannya,
orang-orang Arab tadi tiadalah menundukkan badannya dan kelihatan tidak
bertakut sedikit pun juga di mukanya raja-raja tadi. Sesungguhnya di dunia ini
tidak ada barang sesuatu yang menakutkan mereka. Mereka merasa tidak menanggung
jawab kepada apa pun juga, melainkan kepada mereka ampunya persaan batin
sendiri, kepad mereka ampunya Allah yang Maha Kuasa, Maha Besar dan Maha Tinggi.
Mereka itu merdekalah seperti hawa dan merasakan seluas-luasnya kemerdekaan
yang orang dapat memikirkannya.
Quran yang suci menyatakan:
Quran yang suci menyatakan:
“Kemurahan, yang
Tuhan akan mengaruniakan sebanyak-banyak kepada manusia, tiadalah dapat
dicegahkan oleh siapa pun juga; barang apa yang Tuhan mempertegahkan, tiadalah
dapat dikaruniakan kepada manusia kalau tidak dengan perantaraan Tuhan, dan
Dialah yang kuasa dan berpengetahuan.” (Surah XXXV).
b.Persamaan, Tentang
“persamaan” maka orang-orang Muslimin dalam zaman dulu bukan saja semua anggap
dirinya sama, tetapi mereka semua anggap menjadi satu. Diantara orang-orang
Muslimin tidak ada sesuatu perbedaan yang mana pun juga macamnya. Dalam
pergaulan hidup bersama diantara mereka tidak ada perbedaan derajat dan tidak ada
pula sebab-sebab yang boleh menimbulkan perbedaan klas. Tentang hal ini
Khalifah Sayidina Umar r.a. adalah sangat kerasnya. Salah satu suratnya
menceritakan satu perkara yang menunjukkan asas-asasnya dengan
seterang-terangnya. Kecuali yang lain-lainnya maka ia telah menulis kepada Abu
Ubaidah, yang salinannya kurang lebih begini:
…Begitulah bicara
saya disebabkan oleh Jabalah Ibn Ayhim dari suku bangsa Gassan, yang datang pad
kita dengan sanak saudaranya dan kepala dari suku bangsanya, yang saya terima
dan saya jamu dengan sepatutnya. Di muka saya mereka menyatakan pengakuan
memeluk agama yang benar, sayapun bermuka-cita bahwa “Allah telah menguatkan
agama yang hak dan bertambah banyak orang yang memeluknya, lantaran mereka itu
datang masuk dan mengetahui apa yang ada di dalam rahasia. Kita bersama pergi
ziarah ke Mekkah, dan Jabalah pergi mengelilingi ka’bah tujuh kali. Ketika ia
pergi keliling, maka kejadianlah ada seorang laki-laki dari suku bangsa Fizarah
menginjak dia punya vest hingga jatuh dari pundaknya. Jabalah membelukkan diri
sambil berkata: “Celakalah kamu! Kamu telah menelanjangkan belakangku di dalam
ka’bah yang suci”. Si penginjak bersumpah, bahwa ia berbuat yang demikian itu
tidak dengan sengaja. Tetapi lalu dipukul oleh Jabalah, dipecahkan hidungnya
dan dicabut empat giginya yang sebelah muka. Si miskin yang teraniaya segeralah
datang pada saya dan mengadukan keberatannya sambil meminta pertolongan saya.
Maka saya perintahkan membawa Jabalah di muka saya, dan saya tanya apakah yang
menyebabkan padanya telah memukul saudaranya Islam dengan cara yang demikian
ini, mencabut gigi dan memecahkan hidungnya. Ia pun menjawab, bahwa orang tadi
telah menginjak vest dan menelanjangkan belakangnya, dengan ditambah perkataan:
kalau tidak mengingat hormat yang ia harus tunjukkan kepada ka’bah yang suci,
niscaya orang itu telah dibunuh olehnya. Saya pun menjawab, bahwa ia telah
melahirkan pengakuan yang terang memberatkan dirinya sendiri; dan apabila orang
yang menanggung kerugian itu tidak memberi ampun padanya, saya mesti menuntut
perkara padanya selaku pembalasan. Ia menjawab, bahwa ia raja dan orang yang
lainnya itu orang tani”. Saya menyatakan padanya, bahwa hal itu tidak dapat
diperdulikan, mereka keduanya adalah orang Islam dan oleh karenanya mereka bersamaanlah
adanya. Sesudahnya itu ia minta, supaya dia punya hukuman dipertangguhkan
sampai keesokan harinya. Saya menanya kepada orang yang mendapat kerugian,
apakah ia suka menunggu selama itu; iapun melahirkan mufakatnya. Tetapi pada
waktu malam Jabalah dan teman-temannya sama melarikan dirinya”.
Gibbon, seorang
pengarang riwayat bangsa Inggris yang terkenal namanya (meninggalkan dunia
dalam tahun 1794) telah berkata yang salinannya kurang lebih begini:
“Tetapi berjuta
orang Afrika dan Asia yang sama berganti agama (memeluk agama Islam-pen) dan
sama menguatkan tali ikatannya orang-orang Arab yang percaya (beragama
Islam.—pen); mereka telah menyatakan kepercayaannya kepada satu Allah dan
kepada utusan Allah, itulah niscaya dari sebab tertarik oleh barang yang indah,
tetapi dari sebab dipaksanya. Dengan lantaran mengulangi ucapan satu kalimat
dan kehilangan sepotong daging, maka orang hamba rakyat atau budak belian,
orang hukuman atau penjahat, dalam sekejap mata berdirilah menjadi sahabat yang
merdeka dan bersamaan derajatnya yang mengikat dipecahkan, sumpah tidak
berkawin dihapuskan oleh pelajaran yang sesuai dengan keadaan ‘alam,
kekuatan-kekuatan batin yang tidur di dalam gedung terungku menjadi bangunlah
karena mendengar terompetnya orang-orang Arab, dan di dalam mengumpulkan dunia
jadi satu, tiap-tiap anggotanya satu pergaulan hidup bersama yang baru itu
naiklah sampai kepada muka yang dijadikan oleh ‘alam menurut dia punya kekuatan
dan keberanian”. Persamaan yang ‘adil serupa itu telah menyebabkan segenap umat
Islam menjadi satu badan, satu nyawa. Cita-cita persamaan yang dinyatakan oleh
Nabi Muhammad s.a.w. adalah seperti berikut:
“Segala orang
Islam adalah sebagai satu orang. Apabila seorang-orang merasa sakit
dikepalanya, seluruh badannya merasa sakit juga, dan kalau matanya sakit,
segenap badannya pun merasa sakit juga”. “Segala orang Islam adalah sebagai
satu bina-bina, beberapa bahagian menguatkan bahagian yang lain-lainnya, dengan
laku yang demikian itu juga yang satu menguatkan yang lainnya”.
Orang Islam tidak
memperkenankan juga orang-orang yang tidak Islam membuat perbedaan antara orang
dengan orang. Apabila mereka menerima utusan-utusannya raja Kristen, dan ketika
utusan itu menurut ‘adat kebiasaannya sendiri berjongkok di mukanya
kepala-kepala Muslimin, maka kepala-kepala ini tidak meluluskan utusan tadi
berjongkok, sebab mereka itu sama-sama makhluk Tuhan belaka.
c.Persaudaraan, Persaudaraan
diantara orang-orang Islam satu sama lain adalah sangat bagusnya. Rasa cinta
diantara mereka itu seperti rasa cinta diantara saudara yang sebenar-benarnya.
Di dalam Quran ada sabda Tuhan, menyatakan bahwa Tuhan sendiri menaroh
kecintaan dan rasa persaudaraan di dalam hatinya tiap-tiap orang Islam akan
mencintai dan merasa bersaudara kepada sesama saudara Islam. “Dan Tuhan menaruh
kecintaan di dalam hati mereka itu. Meskipun kamu (Muhammad) telah memberikan
segala apa yang ada di dalam dunia, tiadalah kamu akan dapat menjadikan
kecintaan di dalam hati mereka. Tetapi Tuhan telah menjadikan kecintaan
diantara mereka itu”, begitulah sabda Tuhan di dalam Al Quran. Adalah pula satu
dua ayat di dalam Quran, yang maksudnya harus saya buka disini, seperti yang
berikut:
“Peganglah kokoh
tali Tuhan yang mengikat semuanya, janganlah menimbulkan percerai-beraian, dan
ingatlah akan kemurahan Tuhan kepada kamu, ketika Tuhan menaruh kecintaan di
dalam hatimu pada kalanya kamu bermusuhan satu sama lain, dan sekarang kamu
menjadi saudara karena karunia Tuhan”.
Sabda Nabi kita
tentang persaudaraan:
“Orang-orang Islam
adalah saudara di dalam agama dan tidak boleh tindas-menindas satu sama lain,
juga tidak boleh melalaikan tolong-menolong satu sama lain, juga tidak boleh
hina menghina satu sama lain”.
“Barang siapa
tidak bercinta kepada makhluk Tuhan dan kepada anak-anaknya sendiri, Tuhan
tidak akan mencintai dia”.
“Tidak seorang mempunyai kepercayaan
yang sempurna, sebelum ia mengharapkan bagi saudaranya barang apa yang dia
mengharap bagi dirinya sendiri”.
Cita-cita persaudaraan yang disiarkan
oleh Nabi kita muhammad s.a.w. adlah bagietu luasnya, sehingga Nabi kita telah
minta kepada orang-orang yang mengikuti dia, hendaklah mereka berlaku di atas
dia sebagai saudaranya sendiri. Kekuatannya persaan sama-sama dan persaudaraan
Islam adalah begitu besar, sehingga Faridduin Attar, seorang Sufi Islam besar,
pada suatu waktu telah melahirkan pengharapannya begini: “Mudah-mudahanlah
kesusahan sekalian orang ditarohkan di dalam hatiku, agar supaya sekalian
mereka itu terhindar dari kesusahannya”.
Dengan sebenarnyalah Tuan M. A. Hamid Snow boleh berkata dengan suka citanya, kira-kira seperti berikut:
Dengan sebenarnyalah Tuan M. A. Hamid Snow boleh berkata dengan suka citanya, kira-kira seperti berikut:
“Satu warnanya
Islam yang nyata, ialah satu pelajaran yang menyatakan halnya persaudaraan dan
Persamaan. Pada pintunya Islam, segala apa saja adalah terhindar dari pada
bau-bau yang menunjukkan klas atau kecongkakan dalam pergaulan hidup bersama. “
Dengan
sebenar-benarnyalah persaudaraan di dalam Islam adalah sesempurna-sempurnanya
persaudaraan, baik didunia maupun persaudaraan di akherat.
Referensi :
“Islam &
Sosialisme”, HOS Tjokroaminoto, Penerbit TriDe, Yogyakarta, 2003
serbasejarah.wordpress.com
serbasejarah.wordpress.com
No comments:
Post a Comment