Pendiri
Ahmadiyah yaitu Mirza Ghulam Ahmad mengaku dirinya sebagai:
|
Ajaran
Ahmadiyah sangat bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan mereka telah terusir
dari negeri asal mereka India dan Pakistan, Pada tahun 1974, ulama Islam dari
124 negara mengadakan pertemuan di Makkah al-Mukarramah yang disponsori oleh
Rabithah al-Alam al-Islami. Dicapai kesepakatan bulat bahwa Mirza Ghulam Ahmad
Qadiani dan pengikut-pengikutnya adalah INGKAR/MUNGKAR, KAFIR DAN MURTAD dari
ISLAM.
Pada tahun
1980 Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah adalah
aliran yang sesat dan menyesatkan. Klik disini. Tetapi gerakan Ahmadiyah
masih tetap berdiri. Ahmadiyah terpecah menjadi dua golongan yaitu Ahmadiyah
Qadiani (yang mempercayai kenabian Mirza Ghulam Ahmad) dan Ahmadiyah Lahore
(yang tidak mengakui kenabian Mirza Ghulam Ahmad tetapi mempercayai berbagai
pengakuan Mirza yang lainnya).
Ahmadiyah Qadiani yang berpusat di London, Inggris. Memiliki stasiun Radio, Web
site dan stasiun televisi yang dinamakan MTA (Muslim Television Ahmadiyya) yang
menggunakan beberapa bahasa dunia termasuk bahasa Indonesia. Di Indonesia
aliran ini bermarkas di Parung, Bogor yang memiliki kampus yang dinamakan
Kampus MUBARAK untuk mencetak kader mubaligh Ahmadiyah. Sasaran mereka adalah
mempengaruhi orang Islam yang kurang pengetahuannya tentang Islam,
kebanyakannya adalah para petani, nelayan dan orang-orang yang tidak pernah
dengar tentang Ahmadiyah. Mereka telah berhasil merubah beberapa desa di daerah
Jawa Barat menjadi pengikut ajaran Ahmadiyah. Salah satu strategi mereka untuk
menambah jumlah pengikutnya adalah dengan melarang shalat dibelakang imam orang
Islam yang lain, melarang kepada orang tua untuk menikahkan anak gadisnya
dengan orang yang selain Ahmadiyah, tetapi menganjurkan untuk menikahkan putera
mereka untuk menikah dengan gadis diluar Ahmadiyah dengan syarat untuk mengajak
masuk Ahmadiyah.
Intelektual muda Nahdatul Ulama, Zuhaeri Misrawi, "Ahmadiyah itu Islam
atau bukan?" Maka, Misrawi yang lebih populer dengan panggilan Gus Mis ini
hanya mengungkap bahwa Ahmadiyah adalah salah satu sekte dalam Islam yang
muncul di Qadian dengan tokohnya Mirza Ghulam Ahmad.
Dalam konstelasi Islam, Ahmadiyah memang unik. Di
beberapa negara, seperti di Arab dan Pakistan, pengikut Ahmadiyah dimusuhi
secara terang-terangan. Bahkan, di Pakistan, Ahmadiyah harus "keluar"
dari Islam dan membentuk agama baru yang bernama Ahmadi. Dengan demikian, jika
kalangan Ahmadiyah di Pakistan hendak menunaikan ibadah haji, mereka harus
keluar dulu dari negara tersebut lantaran pemerintah setempat hanya memberi
izin naik haji kepada yang beragama Islam sesuai yang tercantum di paspor.
Namun, lantaran "dimusuhi" itulah, Ahmadiyah
justru kerap menjadi perbincangan dan nama kelompok ini pun salah satu mashab
yang paling dikenal di dunia selain Suni di Irak dan Syiah di Iran. Kenapa umat
Islam marah kepada Ahmadiyah? Menurut mereka yang anti-Ahmadiyah, faham
Ahmadiyah telah menyimpang dari ajaran pokok Islam.
Kalangan mainstream berpegang pada tafsir bahwa Muhammad
Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah penutup para Nabi. Maka, siapa saja yang
berkata ada Nabi sesudahnya, dia murtad (keluar) dari Islam karena berarti
telah mendustakan ayat-ayat Al Quran dan sunnah shahih yang sangat jelas
menerangkan bahwa beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam, sebagai penutup para
nabi.
Di antara inti persoalan ketegangan tersebut adalah QS :
Al Ahzab Ayat 40 berbunyi: "Maa kaana muhamadun abaa ahadin min
rijalikum walakin rasullalahi wa khotamannabiyyin". Kalangan Islammainstream menerjemahkan ayat ini sebagai
berikut: "Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki
dari kamu, tetapi dia adalah Rasullullah dan penutup Nabi-nabi. Dan, Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu".
Sementara Ahmadiyah menerjemahkannya, "Muhamad
bukanlah bapak dari seorang laki-laki kamu, tetapi ia adalah seorang Rasul dan
"Khatamanabiyyin". "Khatamanabiyyin" oleh pengikut
Ahmadiyah diterjemahkan sebagai Nabi paling mulia dan nabi penutup yang membawa
syariat.
Friksi berikutnya adalah tentang Nabi Isa AS. Umat Islam
meyakini Isa tidak wafat, melainkan diangkat oleh Allah untuk kemudian
diturunkan kembali pada akhir zaman untuk memerangi musuh-musuh Islam. Qs:
4:157: dan karena ucapan mereka, "Sesungguhnya Kami telah membunuh
Almasih, Isa putra Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya
dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi(yang mereka bunuh ialah) orang serupa
dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang orang yang berselisih faham tentang
(pembunuhan) Isa, benar benar dalam keraguan tentang yang di bunuh itu. Mereka
tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang di bunuh itu, kecuali mengikuti
perasangka belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah
Isa.
Sementara itu Ahmadiyah meyakini, Isa atau Imam Mahdi
yang dipersonifikasikan sebagai Mirza Ghulam Ahmad telah meninggal dan
dikuburkan.
Tentu saja persoalan yang muncul tak sesederhana itu.
Bahkan, dialog-dialog yang telah dilakukan di antara dua kelompok yang
"bersengketa" itu pun hingga kini tak pernah menemukan jalan keluar
yang melegakan semua pihak.
Secara demografis, pergerakan Jemaat Ahmadiyah telah
menyebar ke beberapa negara. Ahmadiyah mengaku memiliki cabang di 174 negara
yang tersebar di Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Australia, dan
Eropa. Dalam situs Ahmadiyah tertulis, saat ini jumlah anggota mereka di
seluruh dunia lebih dari 150 juta orang.
Jemaat ini membangun proyek-proyek sosial,
lembaga-lembaga pendidikan, pelayanan kesehatan, penerbitan literatur-literatur
Islam, dan pembangunan masjid-masjid.
Gerakan ini menganjurkan perdamaian, toleransi, kasih,
dan saling pengertian di antara para pengikut agama yang berbeda. Menurut
Ahmadiyah, gerakan ini sebenar-benarnya percaya dan bertindak berdasarkan
ajaran Al Quran: "Tidak ada paksaan dalam agama" (2:257) serta
menolak kekerasan dan teror dalam bentuk apa pun untuk alasan apa pun.
Pergerakan ini menawarkan nilai-nilai Islami, falsafah,
moral dan spiritual yang diperoleh dari Al Quran dan sunnah Nabi Suci Islam,
Muhammad SAW. Beberapa orang Ahmadi, seperti almarhum Sir Muhammad Zafrullah
Khan (Menteri Luar Negeri pertama dari Pakistan; Presiden Majelis Umum UNO yang
ke-17; Presiden dan Hakim di Mahkamah Internasional di Hague) dan Dr Abdus
Salam (peraih hadiah Nobel Fisika tahun 1979) telah dikenal karena prestasi dan
jasa-jasanya oleh masyarakat dunia.
Ahmadiyah Qadian dan Lahore
Terdapat dua kelompok Ahmadiyah. Keduanya sama-sama
memercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Isa al Masih yang telah dijanjikan
Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi, dua kelompok tersebut memiliki perbedaan
prinsip:
1. Ahmadiyah Qadian, di Indonesia dikenal dengan Jemaat
Ahmadiyah Indonesia (berpusat di Bogor), merupakan kelompok yang mempercayai
bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang mujaddid (pembaru) dan seorang nabi
yang tidak membawa syariat baru.
2. Ahmadiyah Lahore, di Indonesia dikenal dengan Gerakan
Ahmadiyah Indonesia (berpusat di Yogyakarta), adalah kelompok yang secara umum
tidak menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, melainkan hanya sekadar
mujaddid dari ajaran Islam.
Selengkapnya, Ahmadiyah Lahore mempunyai keyakinan bahwa
mereka:
1. Percaya pada semua akidah dan hukum yang tercantum
dalam Al Quran dan hadis, serta percaya pada semua perkara agama yang telah
disetujui para ulama salaf dan ahlus-sunnah wal-jama'ah dan yakin bahwa Nabi
Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir. 2. Nabi Muhammad SAW adalah
khatamun-nabiyyin. Sesudahnya tidak akan datang nabi lagi, baik nabi lama
maupun nabi baru. 3. Sesudah Nabi Muhammad SAW, malaikat Jibril tidak akan
membawa wahyu nubuwwat kepada siapa pun. 4. Apabila malaikat Jibril membawa
wahyu nubuwwat (wahyu risalat) satu kata saja kepada seseorang, maka akan
bertentangan dengan ayat: walâkin rasûlillâhi wa khâtamun-nabiyyîn (QS 33:40)
dan berarti membuka pintu khatamun-nubuwwat. 5. Sesudah Nabi Muhammad SAW
silsilah wahyu nubuwwat telah tertutup, tetapi silsilah wahyu walayat tetap
terbuka agar iman dan akhlak umat tetap cerah dan segar. 6. Sesuai dengan sabda
Nabi Muhammad SAW, bahwa di dalam umat ini tetap akan datang auliya Allah, para
mujaddid dan para muhaddats, tetapi tidak akan datang nabi. 7. Mirza Ghulam
Ahmad adalah mujaddid abad 14 H. Dan, menurut hadis, mujaddid akan tetap ada.
Dan kepercayaan kami bahwa Mirza Ghulam Ahmad bukan nabi, tetapi berkedudukan
sebagai mujaddid. 8. Percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad bukan bagian dari Rukun
Islam dan Rukun Iman. Maka, orang yang tidak percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad
tidak bisa disebut kafir. 9. Seorang Muslim, apabila mengucapkan kalimah
thayyibah, dia tidak boleh disebut kafir. Mungkin dia bisa salah, tetapi
seseorang dengan sebab berbuat salah dan maksiat tidak bisa disebut kafir. 10.
Ahmadiyah Lahore berpendapat bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah pelayan dan
pengemban misi Nabi Muhammad SAW.
Ahmadiyah di mata ulama Islam
Ahmadiyah adalah gerakan yang lahir pada tahun 1900 M,
yang dibentuk oleh pemerintah kolonial Inggris di India. Didirikan untuk
menjauhkan kaum Muslim dari agama Islam dan dari kewajiban jihad dengan
gambaran/bentuk khusus sehingga tidak lagi melakukan perlawanan terhadap
penjajahan dengan nama Islam. Gerakan ini dibangun oleh Mirza Ghulam Ahmad
Al-Qadiyani. Corong gerakan ini adalah Majalah Al-Adyan yang diterbitkan dalam bahasa Inggris.
Sementara Mirza Ghulam Ahmad hidup pada tahun 1835-1908
M. Dia dilahirkan di Desa Qadian, di wilayah Punjab, India, tahun 1835 M. Dia
tumbuh dari keluarga yang terkenal suka khianat kepada agama dan negara.
Begitulah dia tumbuh, mengabdi kepada penjajahan dan senantiasa menaatinya.
Ketika dia mengangkat dirinya menjadi nabi, kaum Muslimin bergabung menyibukkan
diri dengannya sehingga mengalihkan perhatian dari jihad melawan penjajahan
Inggris. Oleh pengikutnya, dia dikenal sebagai orang yang suka
menghasut/berbohong, banyak penyakit, dan pencandu narkotik.
Pemerintah Inggris banyak berbuat baik kepada mereka
sehingga dia dan pengikutnya pun memperlihatkan loyalitas kepada Pemerintah
Inggris.
Di antara yang melawan dakwah Mirza Ghulam Ahmad adalah
Syaikh Abdul Wafa’, seorang pemimpin Jami’ah Ahlul Hadis di India. Beliau
mendebat dan mematahkan hujjah Mirza Ghulam Ahmad, menyingkap keburukan yang
disembunyikannya, kekufuran serta penyimpangan pengakuannya.
Ketika Mirza Ghulam Ahmad masih juga belum kembali kepada
petunjuk kebenaran, Syaikh Abul Wafa’ mengajaknya ber-mubahalah (berdoa bersama) agar Allah mematikan
siapa yang berdusta di antara mereka dan yang benar tetap hidup. Tidak lama
setelah bermubahalah, Mirza Ghulam Ahmad menemui ajalnya tahun 1908 M.
Pada awalnya, Mirza Ghulam Ahmad berdakwah sebagaimana
para dai Islam yang lain sehingga berkumpul di sekelilingnya orang-orang yang
mendukungnya. Selanjutnya dia mengklaim bahwa dirinya adalah seorang mujaddid
(pembaru). Pada tahap berikutnya dia mengklaim dirinya sebagai Mahdi
Al-Muntazhar dan Masih Al-Maud. Lalu setelah itu mengaku sebagai nabi dan
menyatakan bahwa kenabiannya lebih tinggi dan agung dari kenabian Nabi kita
Muhammad SAW.
Dia mati meninggalkan lebih dari 50 buku, buletin, serta
artikel hasil karyanya.
Di antara kitab terpenting yang dimilikinya berjudul Izalatul Auham, I’jaz Ahmadi,
Barahin Ahmadiyah, Anwarul Islam, I’jazul Masih, At-Tabligh, dan Tajliat
Ilahiah.
Menurut para penentang Ahmadiyah, permulaan ketenarannya
dimulai dengan seolah-olah membela Islam. Setelah ia meninggalkan pekerjaan
kantornya, ia mulai mempelajari buku-buku India Nasrani sebab pertentangan dan
perdebatan pemikiran begitu santer terjadi antara kaum Muslimin, para pemuka
Nasrani, dan Hindu. Kebanyakan kaum Muslimin sangat menghormati orang-orang
yang menjadi wakil Islam dalam perdebatan tersebut. Segala fasilitas duniawi
pun diberikan kepadanya. Ghulam Ahmad berfikir bahwa pekerjaan itu sangat
sederhana dan mudah, mampu mendatangkan materi lebih banyak dari pendapatannya
saat bekerja di kantor.
Untuk mewujudkan gagasan yang terlintas dalam benaknya,
pertama kali yang ia lakukan ialah menyebarkan sebuah pengumuman yang menentang
agama Hindu. Berikutnya, ia menulis beberapa artikel di beberapa media massa
untuk mematahkan agama Hindu dan Nasrani. Kaum Muslimin pun akhirnya memberikan
perhatian kepadanya. Itu terjadi pada tahun 1877-1878 M.
Pada gilirannya, ia mengumumkan telah memulai proyek
penulisan buku sebanyak lima puluh jilid, berisi bantahan terhadap
lontaran-lontaran syubhat yang dilontarkan oleh kaum kuffar terhadap Islam.
Oleh karena itu, ia mengharapkan kaum Muslimin mendukung proyek ini secara
material. Sebagian besar kaum Muslimin pun tertipu dengan pernyataannya yang
palsu, bahwa ia akan mencetak kitab yang berjumlah lima puluh jilid.
Sejak itu pula, ia menceritakan beberapa karomah (hal-hal
luar biasa) dan kusyufat tipuan yang ia alami. Dengan demikian, orang awam
menilainya sebagai wali Allah, tidak hanya sebagai orang yang berilmu.
Orang-orang pun bersegera mengirimkan uang-uang mereka yang begitu besar
kepadanya guna mencetak kitab yang dimaksud [Majmu’ah I’lanat Ghulam
Al-Qadiyani, 1/25].
Volume pertama buku yang ia
janjikan terbit tahun 1880 M, dengan judul Barahin Ahmadiyah. Buku ini sarat
dengan propaganda dan penonjolan karakter penulisnya, cerita tentang alam gaib
yang berhasil ia ketahui, juga berisi karomah dan kusyufatnya.
No comments:
Post a Comment