Fenomena golput dalam pemilukada saat ini yang semakin lama kian meningkat, penyebabnya bukan hanya dari kurangnya komunikasi yang dilakukan antara calon dan para pemilihnya saja. Bisa jadi karena masyarakat sudah muak dengan calon-calon yang disediakan oleh partai politik, sehingga perlu ada nya penguatan peran partai politik. Serta apa-apa yang dilakukan parpol tidak hanya untuk menang dalam pemilu atau pemilukada, karena perlu penguatan ideologi dan pembasisan di tingkat grassroot. Dengan demikian bukan tidak mungkin akan terbentuk sistem politik yang benar-benar demokratis
Sistem politik yang demokratis mengandung pengertian bagaimana lembaga, prosedur, dan rutinitas demokrasi menyatu dalam kultur berpolitik ditempat tertentu. Politik yang demokratis menjadi sebuah sistem bila kepentingan berbagai aktor dalam jangka panjang adalah untuk menjaga stabilitas aturan main demokratis yang mereka sepakati.
Biasanya, ada dua tahap dari proses politik yang demokratis bergerak menuju sistem demokrasi. Sebagai contoh, dalam waktu yang relatif singkat, lembaga atau prosedur pemilu dibuat dan digunakan di suatu tempat. Kemudian dengan beberapa pemilu, para politisi dan pemilih belajar mengaplikasikan aturan main itu ke dalam konteks sosialnya. Aturan pemilu itu akan menjadi sistem ketika aturan tersebut menyatu dengan kultur politik masyarakat dan aktor-aktor yang ada berupaya menjaga keberlangsungannya.
Dalam banyak kajian yang dilakukan, ada kesamaan pandangan bahwa reformasi politik belum sepenuhnya mampu mengarahkan politik menuju tatanan struktur dan budaya politik yang demokratis. Masih terbentang kesenjangan antara harapan demokratisasi pada sektor politik, dan sektor kehidupan kemasyarakatan secara luas. Kesenjangan tersebut seringkali dimaknai sebagai extremely democratic defisit. Pemilih lebih banyak dimobilisasi daripada terlibat secara substantif. Partai politik disibukkan oleh persiapan untuk menjadi peserta pemilu dan upaya peningkatan kinerja partai politik. Pemilu lebih banyak sebagai upaya sosialisasi partai politik daripada perumusan program dan kebijakan partai untuk mengejawantahkan kedaulatan rakyat. Penguatan partai di Indonesia secara teoretis harus mencakup keseimbangan peran partai pada tiga wajah keorganisasiannya. Istilah wajah organisasi partai untuk menunjukkan tiga konteks yang dihadapi partai.
Wajah organisasi partai yang pertama adalah partai pada akar rumput. Pada level ini partai menghadapi konteks lokal, partai lokal, pendukung, serta masyarakat pemilih. Wajah oganisasi partai yang kedua adalah partai pada level pusat. Pada level ini partai menghadapi konteks nasional, partai-partai lain, dan negara. Wajah organisasi partai yang ketiga adalah partai pada level pemerintahan. Pada level ini partai menghadapi konteks dalam pemerintahan, fraksi-fraksi lain, komisi, dan negara.
Penguatan partai pada wajah pertama adalah melalui penguatan pada akar rumput. Partai politik pada level akar rumput merupakan ujung tombak partai, merekalah yang secara langsung bersentuhan dengan basis sosial partai dan masyarakat secara umum. Pengelolaan partai politik pada akar rumput ini pada akhirnya akan menentukan kuat atau lemahnya dukungan terhadap partai. Persoalan memelihara loyalitas pendukung ini menjadi problema utama bagi partai politik di akar rumput. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa peranan partai di akar rumput saat ini lebih banyak diambil oleh organisasi masyarakat sipil dan media massa. Penguatan juga harus dilakukan pada level partai di pusat. Partai di pusat bukan hanya menjadi payung bagi aktivitas partai pada level pemerintahan, tetapi juga menjadi pendukung aktivitas pekerja partai dan koordinator berbagai kepentingan. Apa pun kebijakan yang diambil harus dikomunikasikan kepada partai pada level akar rumput dan pada partai di pemerintahan. Peran partai politik dalam penyelenggaraan pemerintahan yang diraih oleh partai politik kemudian harus ditransformasikan dalam berbagai kebijakan dengan mengedepankan kepentingan rakyat.
Sehingga apa yang dilakukan oleh partai politik ketika kader-kadernya mengisi pos-pos kekuasaan, lebih berorientasi bagaimana caranya mereka dapat bekerja nyata sebaik mungkin. Bukan sekedar menang pemilu, meraup untung, dan pemilihan lagi.
No comments:
Post a Comment