Indonesia
dengan Malaysia merupakan negara serumpun, Indonesia dan Malaysia juga
merupakan tetangga dekat yang memiliki banyak kesamaan dan juga perbedaan. Bentuk Negara Indonesia
merupakan Negara Kesatuan. Indonesia merupakan sebuah Republkik yang
menjalankan pemerintahan presidensial dengan sistem multipartai yang
demokratis. Seperti juga di Negara-negara demokrasi lainnya, sistem politik di
Indonesia didasarkan pada Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif
dan yudikatif.
Kekuasaan
legislatif dipegang oleh sebuah lembaga bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). MPR pernah menjadi lembaga tertinggi negara unikameral,
namun setelah amandemen ke-4 MPR bukanlah lembaga tertinggi lagi,
dan menjadi lembaga bikameral yang
terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang merupakan wakil rakyat
melalui Partai Politik,
ditambah dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang merupakan wakil provinsi
dari jalur independen.
Lembaga
eksekutif berpusat pada presiden, wakil presiden,
dan kabinet.
Kabinet di Indonesia adalah Kabinet Presidensial sehingga para menteri bertanggung
jawab kepada presiden dan tidak mewakili partai politik yang ada di parlemen.
Meskipun demikian, Presiden saat ini yakni Susilo Bambang Yudhoyono yang diusung oleh Partai Demokrat juga menunjuk sejumlah pemimpin Partai Politik untuk duduk di kabinetnya. Tujuannya
untuk menjaga stabilitas pemerintahan mengingat kuatnya posisi lembaga
legislatif di Indonesia. Namun pos-pos penting dan strategis umumnya diisi oleh
menteri tanpa portofolio partai (berasal dari seseorang yang dianggap ahli
dalam bidangnya).
Lembaga
Yudikatif sejak masa reformasi dan adanya amandemen UUD 1945 dijalankan oleh Mahkamah Agung, Komisi Yudisial,
dan Mahkamah Konstitusi, termasuk pengaturan administrasi
para hakim.
Indonesia saat ini terdiri dari 33 provinsi, lima
di antaranya memiliki status yang berbeda. Provinsi dibagi menjadi kabupaten dan kota yang dibagi lagi menjadi kecamatan,
kelurahan, desa, gampong, kampong, nagari, pekon, atau istilah lain yang
diakomodasi oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Tiap provinsi memiliki DPRD Provinsi dan Gubernur;
sementara Kabupaten memiliki DPRD Kabupaten dan Bupati; kemudian kota memiliki DPRD Kota dan walikota;
semuanya dipilih langsung oleh rakyat melalui Pemilu dan Pilkada.
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, terdapat dua asas dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah yaitu asas desentralisasi dan dekonsentrasi. Dengan demikian
Negara Kesatuan Republik Indonesia walaupun memberikan kewenangan pada pemerintah
daerah dalam hal ini setingkat Provinsi, namun tetap merujuk pada konstitusi
negara Republik Indonesia yaitu UUD 1945 hasil Amandemen dan juga UU 32 Tahun 2004
dimana yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah dibatasi oleh kewenangan yang
langsung dikerjakan oleh Pemerintah Pusat. Adapun kewenangan yang dimiliki
pemerintah pusat ialah politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi,
agama, moneter dan fiskal nasional.
Sedangkan
Negara Malaysia adalah monarkhi konstutisional dan berbentuk Federal yang
secara nominal dikepalai Yang di-Pertuan
Agong, yang secara adat disebut dengan Raja. Raja sekaligus adalah pemimpin
agama Islam di Malaysia. Yang di-Pertuan Agong dipilih dari dan oleh sembilan Sultan Negeri-Negeri
Malaya, untuk
menjabat selama lima tahun secara bergiliran; empat pemimpin negeri lainnya,
yang bergelar Gubernur, tidak turut serta di dalam pemilihan.
Sistem pemerintahan
di Malaysia bermodelkan sistem parlementer. Tetapi di dalam praktiknya,
kekuasaan lebih terpusat di eksekutif daripada di legislatif, dan judikatif
diperlemah oleh tekanan berkelanjutan dari pemerintah selama zaman Mahathir,
kekuasaan yudikatif itu dibagikan antara pemerintah
persekutuan dan pemerintah negara bagian. Sejak kemerdekaan pada 1957, Malaysia diperintah oleh koalisi
multipartai yang disebut Barisan Nasional (pernah disebut pula Aliansi).
Kekuasaan legislatif dibagi antara legislatur persekutuan
dan legislatif negeri. Parlemen bikameral terdiri dari Dewan Rendah yaitu, Dewan Rakyat (mirip "Dewan Perwakilan
Rakyat" di Indonesia) dan Dewan Tinggi yaitu, Senat atau Dewan Negara (mirip "Dewan Perwakilan
Daerah" di Indonesia). Dewan Rakyat dipilih dari daerah pemilihan
beranggota-tunggal yang diatur berdasarkan jumlah penduduk. Di samping Parlemen
di tingkatan persekutuan, masing-masing negara bagian memiliki dewan legislatif
unikameral (Dewan Undangan Negeri) yang para anggotanya dipilih dari
daerah-daerah pemilihan beranggota-tunggal.
Kekuasaan eksekutif dilaksanakan oleh kabinet yang
dipimpin oleh Perdana Mentri (Kepala Pemerintahan), konstitusi Malaysia menetapkan bahwa Perdana
Menteri haruslah anggota Dewan Rendah (Dewan Rakyat), yang direstui Yang di-Pertuan Agong
dan mendapat dukungan mayoritas di dalam parlemen
Kabinet dipilih dari para anggota Dewan Rakyat dan Dewan Negara dan bertanggung
jawab kepada badan itu, sedangkan kabinet merupakan anggota parlemen yang
dipilih dari Dewan Rakyat atau Dewan Negara.
Pemerintah
negara bagian dipimpin oleh Menteri Besar (Kepala
Daerah setingkat Gubernur jika di Indonesia) di negeri-negeri Malaya atau Ketua Menteri di negara-negara yang tidak memelihara
monarki lokal, yakni seorang anggota majelis negara bagian dari partai
mayoritas di dalam Dewan Undangan Negeri. Di tiap-tiap negara bagian yang
memelihara monarki lokal, Menteri Besar haruslah seorang Suku Melayu Muslim, meskipun penguasa ini menjadi subjek
kebijaksanaan para penguasa. Kekuasaan politik di Malaysia amat penting untuk
memperjuangkan suatu isu dan hak. Oleh karena itu kekuasaan memainkan peranan
yang amat penting dalam melakukan perubahan.
Dengan demikian
administrasi pemerintahan Malaysia dibagi dalam tiga struktur: (1) Pemerintahan
Pusat (Federal) di Kuala Lumpur; (2) Pemerintahan Negara Bagian; dan (3)
Pemerintahan Setempat (Local Government).
Pemerintah Federal memiliki otoritas dalam beberapa bidang yang meliputi
keuangan, luat negeri dan pertahanan, keamanan dalam negeri, pendidikan dan
kesejahteraan sosial. Maka kewenangan dalam hal Agama diatur oleh Pemerintah
Negara Bagian. Hal tersebut menjadikan Negeri Bagian Kelantan dapat melaksanakan
hukum Islam sebagai hukum formal.
Dapat diambil
kesimpulan bahwa bentuk negara Indonesia yaitu, Negara Kesatuan dengan
mengedepankan asas
dekonsentrasi dan desentralisasi sedangkan bentuk Negara Malaysia yaitu, Federal. Sehingga
hal tersebut pun berpengaruh terhadap penerapan nilai-nilai Islam di kedua
negara tersebut terutama
dalam wilayah Negara Bagian dan Provinsi di kedua Negara tersebut.
Namun Demikian
Malaysia dan Indonesia adalah Negara yang menempatkan Islam dalam kedudukan
penting. Itu dikarenakan Islam adalah agama yang dianut oleh mayoritas
masyarakat kedua Negara tersebut. Muslim di Indonesia dan Malaysia menganut
Mazhab Syafi’i, yang merupakan mazhab moderat dan paling banyak dianut di Asia
Tenggara. Di Malaysia, gerakan-gerakan Islam relatif homogen dalam menyuarakan
tuntutan Islamisasi nilai-nilai dan hukum Islam di semua wilayah kehidupan.
Sebaliknya, di Indonesia ada keragaman gerakan Islam, yang meliputi perspektif
yang beragam tentang cara mengaktualisasikan Islam dan prinsip-prinsipnya dalam
kehidupan publik.
Maka dari itu,
Islamisasi di Indonesia menjadi berbeda dengan Malaysia, karena penerapan Islam
secara legal-formal dapat dilihat dari proses perjuangan umat Islam di
masing-masing Negara.
Indonesia
merupakan Negara multi etnis yang sejak periode perjuangan kemerdekaan telah
ada polarisasi dua arus kekuatan besar, Islam dan Nasionalisme. Semenjak Negara
ini lahir, penduduk di dalamnya tidak pernah berhenti berdebat tentang seberapa
besar tempat yang herus diberikan kepada Islam dalam konteks politik modern.
Para founding fathers negeri ini sempat
terbelah dalam soal apakah Islam atau lainnya yang menjadi dasar Negara.
Kelompok Islam beranggapan bahwa sudah selayaknya Islam diberi tempat lebih
besar dalam struktur ketatanegaraan baru, karena Indonesia ditegakkan dan
dihuni oleh mayoritas penduduk yang beragama Islam. Sementara kelompok
nasionalis berdalih bahwa Negara yang penduduknya tidak seratus persen Muslim,
hubungan legal-formal antara Islam dan Negara bukan sebuah keharusan, karena
hal itu rentan melahirkan diskriminasi, khususnya bagi kalangan non-muslim.
Menurut argumen ini, sejauh umat islam berperan aktif dalam proses politik,
maka tidak akan ada kebijakan yang tidak dipengaruhi nilai-nilai Islam. Ketika
situasinya semakin genting, Piagam Jakarta, yang di dalamnya termuat perihal
syariat islam, akhirnya dihapuskan.
Maka kemelut
ideologi yang menyertai awal lahirnya Negara baru ini berakhir dengan suatu
kompromi yang khas. Indonesia secara konstitusional bukan Negara islam, namun
juga bukan Negara sekuler yang memandang agama semata-mata sebagai masalah
pribadi yang sama sekali terlepas dari Negara.
Sementara di
Malaysia, Islam sebagai agama mayoritas penduduk ditampung dalam konstitusi dan
dinyatakan sebagai agama resmi Negara. Itu disebabkan karena Malaysia merupakan
negeri yang di dalamnya aspirasi Islam dan kebangsaan mengendap dalam asosiasi
kultural-politis yang rapat. Pada tahap pra-kemerdekaan, Islam dan kebangsaan
selalu hadir berdampingan dalam sejarah politik Melayu.
Berbeda dengan
Indonesia, sejarah politik Melayu hampir tidak mengenal polarisasi antara
kekuatan Islamis dan nasionalis. Islam tidak pernah mendapat tantangan dari
kekuatan sekuler, karena ia adalah satu-satunya sistem simbolik yang paling
dominan yang diterima secara luas oleh masyarakat. Ketika Islam masuk dalam
konstitusi sebagai agama resmi Negara, praktis tidak ada perlawanan dari
kelompok-kelompok nasionalis sekuler seperti di Indonesia.
Nb: *Disampaikan pada disikusi perbandingan
politik Indonesia-Malaysia
No comments:
Post a Comment